Mengenang Jejak Pejuang asal Papua, Frans Kaisiepo
- Istimewa
Bagi pemerintahan Belanda, ucapan Frans tentang Irian tak lebih dari rasa fanatisme terhadap Biak. Karena ulahnya itu, tak ada lagi perwakilan Papua pada konferensi-konferensi berikutnya.
Ogah Didikte Belanda
Tahun 1948, Frans memimpin pemberontakan di Biak. Namun, Belanda masih memaafkannya.
Kemudian pada tahun 1949, ia ditunjuk kembali untuk mewakili Papua dalam Konferensi Meja Bundar (KBM) di Den Haag. Namun, ia menolak karena terlalu didikte oleh pemerintahan Belanda.
Kesetiaan Frans terhadap Indonesia membuat kesabaran pemerintah Belanda habis. Frans dihukum selama 5 tahun dengan cara disekolahkan lagi di Sekolah Pendidikan Pamong Praja atau Opleidingsschool voor Inheemsche Bestuursambtenaren (OSIBA) selama 5 tahun.
Ia juga ditugaskan di distrik-distrik terpencil seperti Manokwari, Ransiki, Sorong, Ayumi-Taminabuan, dan Mimika antara 1954 dan 1961.
Saat menjadi kepala distrik Mimika tahun 1961, ia kembali mendirikan partai bernama Irian Sebagian Indonesia (ISI). Partai tersebut didirikan Frans untuk menyatukan Irian dengan Indonesia. Melalui partai itu juga ia membantu pendaratan sukarelawan Indonesia saat masa Trikora.