Yusri Usman Beberkan Kondisi PGN, Benarkah Pasokan Gas Diambang Kritis?

PGN terkait pasokan gas bumi
Sumber :
  • Istimewa

Siap – Jaringan pipa transmisi South Sumatera-West Java atau SSWJ milik PT PGN, Tbk dikabarkan menghadapi kondisi kritis akibat ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan gas bumi. 

Lagi, BBM Jenis Pertamax Kembali Viral, Kali Ini Bukan Dioplos Tapi Tercampur Air, Bikin Mobil Mogok?

Data yang dihimpun menyebutkan, linepack saat ini berada pada level 780 mmscf, di bawah batas minimum 800 mmscf. 

Situasi ini akan memengaruhi tekanan jaringan pada pipa, yang berpotensi berdampak pada pelanggan besar, seperti PLN IP Priok dan PLN Muara Tawar.

Geger! CERI Bongkar Fakta Mengejutkan Eks Petinggi Pertamina, Blending BBM Tak di Kilang?

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman menjelaskan, bahwa penurunan pasokan ini bisa menimbulkan fenomena hipotensi jaringan gas di sistem PGN. 

Menurutnya, kurangnya cadangan gas dijaringan pipa akan menyebabkan penurunan tekanan, yang pada akhirnya mengurangi volume gas ke pelanggan.

CERI Soroti Pembatalan Penugasan PGN oleh Menteri ESDM, Apa Motif Dibalik Keputusan Ini?

Yusri berpendapat, jika situasi ini terus berlanjut, seluruh industri di Jawa Barat terancam mengalami penghentian pasokan gas.

"Krisis ini hanya dapat diatasi dengan dua cara, meningkatkan pasokan gas atau membatasi konsumsi pelanggan," katanya.

Namun, lanjut Yusri, menambah pasokan gas bukanlah solusi mudah.

Salah satu opsi adalah menginjeksi LNG ke dalam jaringan melalui FSRU Lampung atau Nusantara Regas

"Sayangnya, upaya ini terkendala oleh ketidakmampuan manajemen PGN untuk mendapatkan pasokan LNG yang memadai," terang Yusri.

Untuk mengatasi masalah ini, masih kata Yusri, PGN sebenarnya telah mengeluarkan kebijakan pembatasan konsumsi gas melalui surat edaran kepada pelanggan pada akhir Desember 2024. 

Dalam surat tersebut, PGN membatasi konsumsi gas pipa dengan harga normal hingga 45 persen dari volume kontrak. 

Sementara 55 persen sisanya dikenakan harga LNG yang hampir dua kali lipat lebih mahal.

"Volume LNG yang masuk ke SSWJ saat ini jauh di bawah 55 persen dari total volume gas terkontrak. Ini mengindikasikan adanya upaya culas dari manajemen PGN untuk meningkatkan pendapatan, seolah-olah terjadi perbaikan kinerja," kritik Yusri untuk PGN.

Dirinya menilai, kondisi ini sangat mengkhawatirkan bagi industri di Jawa Barat, terutama menjelang bulan Ramadan dan Idul Fitri. 

Penurunan tekanan gas atau bahkan penghentian pasokan dapat merusak mesin produksi dan menghasilkan produk yang tidak memenuhi standar kualitas.

Misalnya, pada industri keramik, tekanan gas yang tidak stabil dapat membuat produk menjadi kurang kuat. 

Begitu juga pada industri makanan, yang menghadapi risiko produk tidak matang sempurna.

Yusri juga mengingatkan bahwa jika situasi ini dibiarkan, akan terjadi lonjakan harga jual produk dan pengurangan tenaga kerja di wilayah Jawa Barat. 

Hal ini bertolak belakang dengan janji pemerintah untuk menyediakan gas murah demi mendukung daya saing industri.

Dalam pandangan Yusri, kebijakan manajemen PGN menunjukkan kegagalan dalam mengelola pasokan LNG dan gas bumi. 

Kebijakan kuota konsumsi gas yang diterapkan saat ini mencerminkan ketidakmampuan untuk memastikan pasokan yang memadai. 

"Dengan memberlakukan ketentuan 45 persen dan 55 persen tersebut, PGN seolah-olah menutupi masalah sebenarnya, yaitu ketidakmampuan mereka mendapatkan LNG," tegas Yusri.

Lebih lanjut, ia berharap Direksi Pertamina Holding dan Dirjen Migas Kementerian ESDM yang baru dilantik dapat segera mengkaji dan memperbaiki kebijakan-kebijakan PGN yang dinilai kurang tepat. 

Yusri juga mendesak pemerintah untuk memberikan perhatian serius terhadap permasalahan ini agar tidak semakin merugikan industri.

Sementara itu, hingga berita ini diturunkan persoalan yang diduga dialami PGN ini belum terkonfirmasi.