Jadi Saksi Ahli Sidang PK Saka Tatal, Guru Besar UII Ingatkan Surga dan Neraka

Prof Mudzakkir sidang PK SakaTatal kasus Vina Cirebon
Sumber :
  • Tv One

Siap – Pakar hukum pidana, Prof Mudzakkir melontarkan pernyataan yang cukup menohok saat menjadi saksi ahli dalam sidang peninjauan kembali (PK) Saka Tatal, mantan terpidana kasus pembunuhan Vina Cirebon dan Eky. 

Dukung Proses PK Kasus Vina Dipercepat, Arianto Sutadi : Kalau 3 Bulan Itu Konyol !!

Ada sejumlah pendapat yang disampaikan Prof Mudzakkir ketika dimintai pendapatnya oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Cirebon, pada Kamis, 1 Agustus 2024.

Dalam sidang PK Saka Tatal itu, jaksa sempat mempertanyakan pendapat Prof Mudzakkir terkait hilangnya empat daftar pencarian orang atau DPO, dalam sebuah kasus.

Penampakan Detik-detik Dedi Mulyadi Nyaris Diterkam King Kobra Dalam Kamar: Ya Allah

Menurunya, itu merupakan tanggung jawab penyidik, maupun jaksa kepada publik. 

"Kalau dia ngomong publik seperti itu, ya benar adanya. Karena dialah bertanggung jawab pada publik, yang seharusnya kalau ahli mengajarkan, bahwa seorang penyidik itu ngomong karena ada fakta, dan tidak setiap fakta diomongkan," jelasnya.  

Astaga! Rumah Dedi Mulyadi Diteror Raja Kobra, Diduga Kiriman: Ya Allah Aku Masih Diselamatkan

Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu menegaskan, bahwa bagi seorang penyidik ngomong harus ada bukti, dan tidak setiap bukti itu harus diomongkan. 

"Bukti mana yang diomongkan dan tidak, itulah selektif oleh penyidik. Mana yang rahasia, yang bukan rahasia," katanya.

"Nah kalau penyidik itu ngomong kepada publik atau penyidik itu ngomong kepada publik udah enggak ada itu (DPO), enggak, sudah dicabut itu. Lah terus rakyat harus ngomong apa? Atau oh itu enggak dicabut, itu hanya ngomongan saja. Emangnya ngomongan penyidik itu bisa dituntut karena penyebaran berita bohong?" tanya Mudzakkir.

Menurut dia, kalau misalnya penyidik ngomong demikian namun ternyata enggak dicabut beritanya adalah berita bohong.

Demikian juga penuntut umum, sama saja, kalau menyampaikan sesuatu yang faktanya tidak ngomong begitu, maka artinya bohong juga. 

"Ya selama ini orang lain yang dikatakan bohong selalu dihukum, tapi banyak statement-statement yang bohong ternyata tidak (dihukum). Termasuk statement dari ini," katanya.

"Nah pertanyaannya, produk dari proses penyidikan itu benar atau tidak benar? Dia ngomongnya benar atau tidak benar? Penyidikannya benar atau tidak benar? Maka ada majelis PK ini, itulah pentingnya untuk menguji semuanya," sambung Mudzakkir.

Dia berpendapat, sidang PK Saka Tatal dalam kasus pembunuhan Vina Cirebon dan Eky yang terjadi pada 2016 lalu itu, seharusnya bisa disyukuri. 

"Jadi seharusnya ada majelis PK seperti ini semuanya bersyukur, dosa-dosa kalau ada kekeliruan itu diralat dalam proses ini. Orang kan bisa media ralat ya melalui media ini," katanya.

Prof Mudzakkir lantas teringat dengan seorang kawannya yang polisi ketika menghadapi sidang praperadilan dalam sebuah kasus. 

"Saya masih ingat itu, teman saya polisi di Polda Yogyakarta itu, ketika dia seminar, dia seminar tentang masalah praperadilan. Dia di sebelah saya, saya jelaskan itu resikonya apa? Macam-macamlah bentuknya," ucap dia. 

"Syukurlah pak polisi, loh syukurnya apa pak? Pintu neraka ditutup untuk sampean, karena diuji melalui praperadilan, penggunaan wewenang itu," sambungnya. 

"Jadi kalau tidak diuji melalui praperadilan sampean lolos terus, dosanya orang masuk penjara itu gara-gara sampaean, kalau itu materinya tidak benar," timpalnya lagi.

"Tapi, kalau sudah disidang di majelis praperadilan itu ditolak begitu selamatlah Anda, pintu neraka ditutup, pintu surga dibuka," tambah Prof Mudzakkir. 

"Tapi sebaliknya, bagi hakim yang salah dalam mengutus para peradilan pintu neraka dibuka, pintu surga ditutup," ujarnya lagi.

Jadi, masih kata guru besar UII tersebut, bagi seorang aparat penegak hukum yang dicari adalah kebenaran. 

"Kalau bahasa dosen saya, dalam hukum itu adalah menemukan kebenaran hakiki. Karena apa? Kalau kebenaran materi masih di bawah kebenaran yang sebenarnya. Kalau kebenaran hakiki itu di atas kebenaran materil. Di atas satu langkah lagi adalah demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa," tegasnya.