Hakim MK Terancam Pidana Jika Kabulkan Gugatan Batas Usia Capres - Cawapres

Ilustrasi polemik usia capres cawapres di MK
Sumber :
  • Istimewa

Siap – Polemik gugatan soal batas usia calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) di Mahkamah Konstitusi atau MK terus bergulir.

Pengamat Politik dan CEO Point Indonesia: Pernyataan Sekjen PKS Terkait Jokowi Sodorkan Nama Kaesang

Kabarnya, sidang pembacaan putusan gugatan terkait usia minimum capres dan cawapres itu akan dibacakan pada Senin, 16 Oktober 2023.

Menanggapi hal tersebut, perwakilan dari Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara, Petrus Selestinus menduga, adanya hubungan antara para pemohon uji materiil pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu dengan bakal cawapres yang disebut-sebut akan mengusung Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka. 

Polemik Judi Online, Menkominfo hingga Wulan Guritno Jadi Sorotan

"Semakin menegaskan bahwa permohonan uji materiil dimaksudkan untuk memuluskan langkah Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres," katanya dalam diskusi virtual dengan tema "Senin Keramat Palu MK : Marwah Kontitusi Di Ujung Tanduk?" pada Sabtu, 14 Oktober 2023.

Dengan demikian, lanjut Petrus, Anwar Usman, selalu Ketua Mahkamah Konstutusi sekaligus Hakim Konstitusi harus mendeclare mundur dari persidangan perkara a'quo.

Muncul Sinyal Dukungan Partai NasDem untuk Kaesang di Pilkada Jakarta, Asal Mau Jadi Cawagub Anies

Sebab menurutnya, terdapat benturan kepentingan  antara Anwar Usman dengan Presiden Joko Widodo yang diketahui ada hubungan keluarga. 

"Maka 9 Hakim Konstitusi di MK harus memutuskan mengundurkan diri dan putusan mundur itu seharusnya dibacakan dalam persidangan besok tanggal 16 Oktober 2023 nanti," ujarnya.

Karena, kata Petrus, berdasarkan ketentuan pasal 17 ayat 3 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, berbunyi, seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga, sedarah, atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami atau istri.

Bahkan, meskipun telah bercerai dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat atau panitera.

"Ayat 4, ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan kelaurga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat," katanya. 

Sementara ayat 5, lanjut Petrus, seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.

"Khusus mengenai posisi Saudara Anwar Usman, Ketua MK dengan Presiden Jokowi dan putranya Kaesang Pangarep dan Gibran Rakabuming Raka jadi Cawapres, sehinga di sinilah letak kepentingan yang diharamkan oleh UU Kekuasaan Kehakiman," papar Petrus. 

Maka, lanjut dia, harus disadari bahwa ketentuan pasal 17 ayat 6 UU No. 48 Tahun 2009, Tentang Kekuasaan Kehakiman mengancam secara serius terkait perosolan tersebut. 

"Dengan menyatakan bahwa dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud ayat 5 putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi Administratif atau dipidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," tegas Petrus. 

Sementara itu, Ridwan Darmawan yang merupakan Praktisi Hukum dan Aktivis 98 mengatakan Mahkamah Konstitusi harus konsisten dengan putusan-putusan sebelumnya yang telah memutuskan bahwa terkait batas usia untuk persyaratan pejabat publik adalah kebijakan terbuka pembuat UU.

"Makanya hari senin nanti MK harus berada dalam posisi itu, jika tidak, maka ini akan menjadi penasbihan julukan nitizen bahwa MK adalah Mahkamah keluarga," kata Ridwan.

Terkait behind design uji materi ini, kata Ridwan , yakni dorongan Gibran untuk di capreskan, dari segi etika politik, saya kira ini menjadi preseden buruk bagi demokasi kita. 

"Keadaban publik para politisi telah berada di titik terendah. Disamping Gibran masih kader PDI Perjuangan, juga anak seorang presiden yg juga kader PDI Perjuangan, kok mau dibajak begitu saja. Ini memalukan, jika Jokowi mengiyakan design tersebut, lebih menggelikan dan menjijikkan saya kira, dan akan menjadi Presiden yg suul khotimah," tandasnya. 

Sebelumnya, Direktur Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (PUSHAN) sekaligus pakar hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 apabila mengubah batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) melalui putusan uji materiil Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Oce menjelaskan MK telah menegaskan bahwa isu konstitusionalitas persyaratan usia minimum bagi seseorang untuk mencalonkan diri sebagai pejabat publik merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) pada berbagai putusan MK terdahulu.

Menurut Oce, itu artinya penentuan syarat usia minimum bagi pejabat publik merupakan kewenangan sepenuhnya pembentuk undang-undang, yakni DPR dan Pemerintah, bukan kewenangan MK