Ini Kronologi Dugaan Korupsi Technopark yang Seret Nama Aziz Mochdar, Nilainya Fantastis
- Istimewa
Perjanjian kesepakatan awal yang melibatkan PT Hutama Karya, PT Azbindo Nusantara, PT CSK, dan Aziz Mochdar, tercatat menjadi titik awal permasalahan ini. Perjanjian berisi skema transaksi.
Pihak penjual, tercatat meminta uang komitmen awal transaksi sebesar Rp200 miliar.
Padahal, uang komitmen itu di awal perjanjian baru akan diberikan jika pihak penjual sudah bisa membuktikan surat 'clearance' dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) atas aset tanah yang dijual.
Namun, belakangan pihak penjual tetap meminta uang komitmen agar dibayar lebih awal, sebagai syarat dimulainya uji tuntas alias proses clearance dilakukan. Uang itu ternyata justru digunakan oleh PT CSK untuk melunasi utang ke Bank Artha Graha terkait pembelian objek tanah.
Seiring waktu, di awal 2019, ada perubahan skema transaksi. Dari yang awalnya skema pengembangan objek tanah, menjadi pengambilalihan 55 persen saham CSK.
Akan tetapi, lagi-lagi hal ini juga menambah daftar kejanggalan dalam perjanjian, karena dianggap menggunakan syarat-syarat yang tak lazim dalam sebuah praktik bisnis dan dianggap merugikan perusahaan PT Hutama Karya.
Kontroversi Skema Transaksi dan Kepemilikan Saham
Dalam perjanjian kesepakatan awal, terdapat perubahan skema transaksi dari pengembangan tanah menjadi pengambilalihan saham.
Di mana, PT HK Realtindo --perusahaan afiliasi PT Hutama Karya (Persero)-- diwajibkan membayar uang komitmen dengan imbalan 55 persen saham CSK yang akhirnya digadaikan kembali kepada PT CSK.