Detik-detik Kemerdekaan Indonesia, Presiden Depok dan Kaum 12 Marga Gundah Gulana
- Arsip Nasional
Siap – Jumat, 17 Agustus 1945, pekikan merdeka menggema di berbagai penjuru Nusantara usai Sukarno-Hatta membacakan teks proklamasi. Melalui siaran Radio Republik Indonesia (RRI), masyarakat mendengarkan dengan seksama bahwa kini Jepang takluk oleh Sekutu.
Gegap gempita masyarakat menyambut kemerdekaan Indonesia. Bagi semua kalangan, kini ibu pertiwi sudah bisa berdiri di kaki sendiri.
Namun, ada satu wilayah kecil di Jawa Barat yang masyarakatnya justru gundah gulana dengan pekik kemerdekaan tersebut. Wilayah itu dikenal dengan nama Depok.
Mereka menganggap, dengan dikumandangkan Proklamasi Kemerdekaan, warga Depok justru merasa terancam. Tak ayal, mereka kompak untuk tidak mengakui kemerdekaan Indonesia.
Sejarawan Wenri Wanhar mengatakan, Depok pada masa itu sudah merasa merdeka dan dimerdekakan oleh seorang tuan tanah asal Belanda, Cornelis Chastelein.
Chastelein membeli sebidang tanah dengan luas 1.240 hektare di selatan Jakarta untuk dijadikan komoditas pertanian.
"Ia dibantu 150 budak yang didatangkan dari sejumlah daerah di Indonesia seperti Bali, Makassar, Malaka, bahkan ada yang dari Sri Lanka," kata Wenri kepada siap.viva, 17 Agustus 2024.
Kemudian, para budak tersebut diwariskan 12 nama marga dari ajaran Kristen yang terdiri dari Bacas, Iskak, Jacob, Jonathans, Josef, Laurens, Leander, Leon, Samuel, Soedira, Tholense, dan Zadok.
"Mereka dikenal dengan sebutan Kaum Depok, keturunan asli pengikut dari Chastelein," katanya.
Pada 28 Juni 1714, Chastelein wafat. Para budak tersebut dimerdekakan. Mereka pun akhirnya membentuk sistem pemerintahan sendiri yang merupakan cikal bakal presiden dan wakil presiden dari Negara Depok.
Adapun titik pusat pemerintahannya terletak di RS Harapan Depok (kini). Dahulu, tempat tersebut disebut dengan nama Gemeente Bestuur.
Pemilihan presiden pertama Depok dilaksanakan pada 1913 dengan nama pemerintahan Het Gemeente Bestuur van Het Particuliere Land Depok.
Pemilihan ini diadakan secara demokratis dan terpilih menjadi presiden pertama Depok adalah Gerrit Jonathans.
Setelah Gerrit Jonathans, terdapat tiga presiden yang memimpin, antara lain Martinus Laurens yang (1921), Leonardus Leander (1930), dan Johannes Matjis Jonathans (1952).
Kejayaan Negara Depok perlahan memudar usai Indonesia merdeka. Mereka bahkan secara lantang menyatakan tidak mengakui kemerdekaan Indonesia. Penolakan tersebut terlihat dari gaya hidup yang “sangat Belanda”.
Dikutip dari buku Gedoran Depok, karya Wenri Wanhar, pada tahun 1945 terdapat berbagai gesekan yang mengakibatkan warga Indonesia mendesak Depok, karena masih ‘beraroma Belanda’ untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.
Akibat dari gesekan tersebut, timbul konflik yang sangat besar yang dikenal dengan peristiwa Gedoran Depok pada 11 Oktober 1945.