Disebut Penuh Rekayasa, Ini Sederet Fakta Janggal Kasus Vina Cirebon, Polisi Auto Ketar Ketir

Titin Prialianti soal kasus Vina Cirebon
Sumber :
  • YouTube Indonesia Lawyers Club

Siap – Sederet kejanggalan terkait kasus pembunuhan Vina Cirebon dan Eki kembali terkuak. Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Titin Prialianti, pengacara Saka Tatal eks terpidana perkara tersebut.

Ahli Forensik Ungkap Pegi Bisa Saja Bebas dari Kasus Vina Cirebon Jika Polda Jabar Tak Punya 3 Ini

Dikutip dari tayangan YouTube Indonesia Lawyers Club, Titin mengungkapkan, sebetulnya pada saat terjadi penangkapan pada 31 Agustus 2016, tujuh tersangka yang ditangkap orang tuanya datang menemui dia. 

"Itu saya bergabung dengan pengacara doktor J Samsudin, karena kenapa mereka datang karena rumahnya berdekatan dengan pengacara senior," tuturnya. 

Breaking News: Saksi Ahli Sebut Pegi Setiawan Korban Salah Tangkap!

Kemudian, akhirnya karena mereka sudah berada di Polres Cirebon, Titin mendatanginya dengan membawa surat kuasa. 

"Jadi waktu itu memang saya dekat dengan jajaran kepolisian, saya orang media, pos liputan saya kehakiman, kejaksaan dan kepolisian. Itulah sebabnya saya bisa menyimpan surat kuasa itu." 

Bukan Anak Pejabat, Penampilan Necis Pegi Cianjur Ternyata Hadiah Sang Pacar: LC, Janda Kembang

Semua ditandatangani oleh tujuh orang itu tanpa bertemu dengan Titin. Lalu, tiba-tiba beredar foto-foto mereka dalam kondisi lebam-lebam. 

"Kita enggak ngerti siapa yang menyebarkan foto itu, tetapi foto itu beredar di media sosial, pada akhirnya orang tua karena khawatir pada tanggal 6 dan tanggal 7 saya datang ke Polda Jabar karena informasinya semua sudah dibawa ke Polda Jabar," jelasnya.  

Pada 7 September 2016, Titin lapor ke Propam Polda Jabar dengan membawa bukti penganiayaan, mereka (orang tua) nganggapnya ini anak-anak dianiaya. 

"Saya melaporkan ke Propam Polda Jabar tanggal 7 September 2016. Jadi 31 Agustus 2016 saya karena belum ketemu, sampai tanggal 7 September 2016, saya lapor ke Propam Polda Jabar karena sampai tanggal 13 September 2016 saya belum ketemu juga," ujarnya.

Titin mengatakan, bahwa dirinya juga sudah sempat melapor ke Komnasham 13 September 2016, dengan membawa nama tujuh orang yang tertangkap itu. 

"Kemudian belakangan saya tahu, sudah agak lama ternyata setelah saya warawiri bawa nama tujuh yang ditangkap itu, ternyata kuasa saya juga tiba-tiba berpindah tangan, saya enggak ngerti kenapa pencabutannya tiba-tiba yang lima itu tidak berada dikuasa saya, tinggal Saka Tatal dan Sudirman."

Fakta Persidangan Kasus Vina Cirebon

Titin mengungkapkan, dalam persidangan ini, Saka Tatal masih berusia 15 tahun, sehingga masih dikategorikan anak-anak. 

"Pada persidangan saat terjadi persidangan, di situ saksi yang merupakan ayah korban di muka persidangan menyatakan, dia mendapat informasi pada tanggal 27 Agustus 2016, sekitar pukul 20:30 mendapatkan informasi dari anggota polisi kalau anaknya berada di rumah sakit karena kecelakaan. 

Kemudian pada 29 agustus 2016, ayah korban, melihat kondisi motor di Polsek Talun, namun motor yang ditunggangi Vina Cirebon dan kekasihnya, Eky tidak terlalu rusak. 

"Dalam persidangan saksi menyatakan, saya punya naluri anak saya bukan meninggal karena kecelakaan tetapi pembunuhan, buktinya kan prosesnya masuk persidangan," kata dia. 

"Waktu itu saya bertanya kenapa bapak punya pemikiran kok anak bapak dibunuh bukan kecelakaan? Waktu itu saksinya menjawab karena satu bulan sebelumnya anak saya pernah berkonflik dengan temannya," sambung Titin. 

Sayangnya, saat itu Titin tidak mengejar pertanyaan selanjutnya terkait konflik itu dengan siapa. 

Karena kecurigaan itu, dituturkan saksi di dalam persidangan bahwa dirinya menelusuri jalan 500 meter ke kanan 500 meter ke kiri di lokasi temuan jasad Vina Cirebon dan Eky. 

Lalu 500 meter ke kiri hingga bertemulah di perempatan Jalan Perjuangan. 

"Begitu yang dituturkan saksi di persidangan, di situ dia ketemu sama Dede dan Aep (saksi)." 

Lalu dalam persidangan diperlihatkan foto motor korban. Apakah pernah melihat motor itu dikejar atau terjadi keributan? 

"Waktu itu Aep menyatakan pernah, Apakah tahu pelakunya? Tahu biasanya berkumpul di sini. Aep menyatakan seperti itu. Itu ketemu Aep tanggal 31 Agustus 2016 pukul 14:25 siang."

Siapa Aep dan Dede

Pada 31 Agustus 2016, sekira pukul 17:00 atau 3 jam setelahnya, Aep menelepon dan menyatakan kalau orang yang dicari itu sekarang sedang berkumpul di depan SMP 11. 

"Saksi (ayah Eky, korban) menyatakan di persidangan, pada saat itu juga saya bersama anggota saya menangkap anak-anak yang sedang berkumpul di situ," ujar Titin. 

"Waktu itu hakim sempat menanyakan, apakah ketika melakukan penangkapan menggunakan surat penangkapan? Tidak hanya komunikasi lisan begitu keterangan kesaksian ayah korban di muka persidangan," kata Titin lagi mengingat fakta persidangan saat itu. 

Namun yang jadi persoalan, lanjut Titin, Aep dan Dede itu tidak pernah dihadirkan dalam persidangan. 

"Saya sudah berulang kali meminta kalau dalam catatan permintaan saya empat kali meminta kepada majelis hakim agar jaksa menghadirkan Aep dan Dede. Cuman saat itu jawabannya tidak bisa diketemukan alamatnya, tidak bisa diketahui orangnya ada di mana," jelasnya. 

Mendengar hal itu, Titin pun akhirnya hanya bisa pasrah.

"Karena kekuatan kita berbeda dengan kekuatan kepolisian, kekuatan kejaksaan, kekuatan kehakimanan. Kalau institusi yang begitu besar aja tidak bisa mencari apalagi saya," ucap Titin.

Ditusuk Samurai

Kemudian, dipersidangan ternyata tuntutan sebab kematian korban karena luka tusukan di dada dan di perut dengan mempergunakan samurai pendek dan samurai panjang. 

Samurai pendek ditusuk di dada bagian kiri, sedangkan samurai panjang sama pendeknya di perut yang menyebabkan kematian Eky, itu bunyi tuntutan. 

"Tetapi hasil visum, hasil otopsi kematiannya karena retakan tulang tengkorak belakang." 

Saat itu, baju yang dikenakan oleh korban (Eky) berwarna hitam dan sudah dikubur. Itu diperlihatkan di muka sidang. Anehnya, baju itu tidak berlubang di dada dan perut. 

"Itu berulang kali saya tanya kepada dokter Rahma, karena waktu itu semua dokter yang melakukan visum dan otopsi dihadirkan, saya berulang-ulang kali, apakah betul baju itu yang ibu lihat pertama kali ketika menerima jenazah korban? Berulang kali saya tanya karena untuk memastikan, dijawab iya betul."

Titin mengungkapkan, waktu itu saksi menyatakan sampai ke mereknya, itu salah satu kejanggalan yang terjadi. 

Kemudian hal-hal lainnya, Aep yang memberikan informasi kepada saksi itu secara detail dengan jarak pandang yang jauh. 

Ia secara detail menyebutkan seluruh ciri-ciri sampai potongan rambutnya disisirnya ke mana, bentuknya seperti apa,  pakai tansoplas, itu dijelaskan secara detail walaupun tidak bisa dihadirkan, tapi dalam BAP (berita acara pidana). 

"Termasuk nomor motornya hafal betul yang namanya Aep itu." 

Jalan Buntu

Selanjutnya, kata Titin, kesaksian lainnya dilontarkan Liga Akbar yang menyatakan mengetahui pengejaran itu. 

Liga mengaku lari karena takut dan masuk ke gang di sebelah SMP 11 Atoman. "Yang jadi persoalan, gang yang dia masuki untuk melarikan diri itu rumah pelaku," ucap Titin. 

"Jadi buat saya aneh banget ketika dikejar kok larinya ke dalam gang rumah pelaku yang itu jalan buntu," sambungnya. 

Titin menegaskan, bahwa dirinya hapal banget kondisinya karena dia orang Cirebon. Kemudian, ada saksi dari kepolisian yang dihadirkan yang melakukan olah TKP. 

Waktu itu, Titin mempertanyakan karena dalam tuntutan disebut korban dikejar dari depan SMP 11 ke jembatan fly over Talun. Lalu dipukulin di situ. 

Selanjutnya dibawa ke showroom, ditusuk, diperkosa dan dibawa lagi digeletakkan seperti seolah terjadi kecelakaan. 

"Logika saya ketika misalnya melakukan penusukan di belakang showroom yang jaraknya 1 kilo dari tempat ditemukannya, pasti ada darah bececeran ketika membawa mayat yang sudah tidak bernyawa." 

Itulah sebabnya, saat itu Titin menanyakan dengan sangat serius pada saat ditemukan bagaimana posisi darah dan korban. 

Dijelaskan oleh saksi, dari kepolisian darah itu hanya ada berada di bawah tubuh korban perempuan (Vina Cirebon) dan di bawah tubuh korban laki-laki. 

"Jadi saya ulangi, apakah tidak ada darah yang bercecer? Hanya ada di bagian tubuh bawah perempuan dan tubah laki-laki. Kemudian ditemukan juga serpihan daging di baut PJU," katanya. 

Serpihan daging yang diperkirakan itu dari korban perempuan, karena memang ada luka berlubang di lutut. 

Misteri CCTV TKP

Selain itu juga ditemukan warna motor yang nyerempet di median jalan. 

Kemudian pada pada sidang 17 Agustus 2017, karena yang dihadirkan itu saksi dari kepolisian, Titin bertanya soal cctv di sekitar lokasi kejadian. 

"Saya hafal betul di situ ada CCTV sekitar 5 atau 7. Kenapa saya hafal betul? Karena itu jalur kerjaan saya pak. Jadi itu jalur yang setiap hari saya lewatin. Akhirnya saya hafal betul di mana titik CCTV." 

Titin mengungkapkan, bahwa saat itiu ia menanyakan di muka sidang untuk memperkuat keyakinan hakim, karena juga ada perumahan mewah di sekitar TKP. 

"Kemudian dijelaskan CCTV itu gelap tidak bisa dilihat. Itu yang menyatakan saksi dari kepolisian," kata dia.

Hal lainnya CCTV itu tidak bisa dibuka karena tidak ada ahli dari Polres Cirebon Kota yang bisa membuka CCTV.

"Itu saya ingat betul sidangnya tanggal 17 Februari 2017," bebernya. 

"Jadi dari penangkapan dari ini kenapa saya begitu meyakini mereka yang ditangkap bukanlah pelakunya, dari bukti yang saya miliki, dari fakta-fakta yang di persidangan," sambungnya. 

Titin juga meyakini, peristiwa pembunuhan tidak sedramatisir ini. 

"Karena tidak mungkin sedramatisir ini dengan bukti-bukti dan fakta persidangan yang terungkap di persidangan saat 2016-2017," ujarnya. 

Ia menegaskan, telah mengungkap sederet fakta ini jauh-jauh hari. 

"Saya sudah suarakan yakin ada salah tangkap ini 2016. Tangan saya bergetar nih. Karena saya begitu meyakini ada yang salah dari dari persoalan ini."

Fakta lainnya yang cukup janggal adalah, jaket anggota geng motor XTC yang di digunakan korban tidak pernah dihadirkan.