KPU Terbukti Langgar Etik, Bagaimana Nasib Status Cawapres Gibran? Ini Putusan Lengkap DKPP
- Istimewa
Siap –Lagi, publik kembali di gegerkan dengan kabar soal Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang mendapat sangsi keras dari Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) lantaran melanggar etik karena menyalahi prosedur dalam membuat aturan penerimaan calon presiden dan calon wakil presiden.
Lantas, apakah berpengaruh dengan posisi Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dengan adanya putusan tersebut? Simak ulasannya disini.
DKPP resmi memutuskan bahwa Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari dan sejumlah anggota KPU melanggar etik.
Hal tersebut lantaran mereka menerima pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden di Pemilu 2024.
Putusan tersebut dibacakan dalam sidang pembacaan putusan DKPP, Senin, 5 Februari 2024.
"Para teradu terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu,” kata majelis hakim yang dipimpin oleh Ketua DKPP Heddy Lugito, yang disiarkan melalui kanal YouTube DKKP.
Selain Hasyim Asy’ari, kata Lugito, anggota KPU yang diputuskan melanggar etik adalah Betty Epsilon Idroos, Mochammad Affifudin, Persadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz.
Para komisioner KPU itu diadukan oleh Demas Brian Wicaksono dengan perkara Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).
Hasyim dan sejumlah anak buahnya itu didalilkan telah menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden pada 25 Oktober 2023.
Dalam sidang tersebut DKPP menjelaskan, para pengadu menganggap hal tersebut menyalahi prosedur dalam membuat aturan penerimaan calon presiden dan calon wakil presiden.
"Karena itu tidak sesuai Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden," katanya.
Para pengadu menilai, lanjut Lugito, KPU seharusnya mengubah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terlebih dahulu, terkait syarat usia capres-cawapres setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90 tahun 2023.
Dalam putusan itu, MK menambahkan ketentuan syarat dan batas usia capres-cawapres menjadi minimal 40 tahun asalkan pernah dan atau sedang menduduki jabatan sebagai kepala daerah yang dipilih melalui Pemilu.
Tetapi pada praktiknya, KPU justru langsung mengeluarkan pedoman teknis dan imbauan untuk mematuhi putusan MK tersebut.
"Padahal, rancangan perubahan PKPU dapat diajukan dalam keadaan tertentu sesuai Pasal 10 PKPU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan di Lingkungan Komisi Pemilihan Umum," terangnya.
Dalam beleid pasal 10 ayat (1) dan (2) huruf c menyebutkan, dalam keadaan tertentu Pemrakarsa dapat mengajukan Rancangan Peraturan KPU di luar Program Penyusunan Rancangan Peraturan berdasarkan pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.
"Akibatnya, Gibran Rakabuming Raka yang masih berusia 36 tahun pun dapat mendaftar sebagai calon wakil presiden dalam Pilpres 2024 walaupun PKPU belum diubah," tuturnya.
“Tindakan para teradu menerbitkan keputusan a quo tidak sesuai dengan PKPU nomor 1 tahun 2022, seharusnya yang dilakukan oleh para teradu adalah melakukan perubahan PKPU terlebih dahulu, baru kemudian menerbitkan teknis,” sambungnya.
Dalam sidang putusan tersebut, DKPP menyatakan bahwa Ketua dan enam anggota KPU yang dilaporkan tersebut telah melanggar sejumlah pasal dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Penyelenggara Pemilu.
Adapun pasal-pasal yang dilanggar tersebut adalah Pasal 11 huruf a dan huruf c, Pasal 15 huruf c, dan Pasal 19 huruf a. Dalam Pasal 11 huruf a dan c disebutkan, dalam melaksanakan prinsip berkepastian hukum, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu yang secara tegas diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan, serta melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu, dan menaati prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan prinsip profesional, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak: melaksanakan tugas sesuai jabatan dan kewenangan yang didasarkan pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang, peraturan perundang-undangan, dan keputusan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu, bunyi Pasal 15 huruf c dalam beleid tersebut.
Sementara itu, Pasal 19 huruf a berbunyi Dalam melaksanakan prinsip kepentingan umum, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak: a. menjunjung tinggi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan peraturan perundang-undangan.
Akibat dari pelanggaran kode etik yang dilakukan, Ketua KPU Hasyim Asy’ari pun dijatuhkan sanksi peringatan keras terakhir oleh DKPP.
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari selaku teradu satu, selaku ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum berlaku sejak keputusan ini dibacakan," tegas Lugito.
Sementara itu, enam anggota KPU lainnya, yakni Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Persadaan Harahap, Idham Holik, dan Mochammad Affifudin dijatuhkan sanksi peringatan keras oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
DKPP memerintahkan agar KPU melaksanakan keputusan tersebut paling lama tujuh hari sejak putusan dibacakan.
Selain itu, DKPP juga memerintahkan agar Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk mengawasi pelaksanaan putusan tersebut.