Tok! Ini Putusan MKMK soal Bocornya Rapat Tertutup 9 Hakim MK
- Istimewa
Siap – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK akhirnya menyampaikan sederet putusannya terkait laporan terhadap sembilan hakim MK atas Undang-Undang Pemilu.
Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie menegaskan, menurut majelis kehormatan ke sembilan orang hakim konstitusi dianggap telah melanggar prinsip kepada kepantasan, dan kesopanan, khususnya butir penerapan sembilan.
Adapun salah satu hal yang menjadi pertimbangan adalah tentang bocornya rapat permusyawaratan hakim (RPH) MK, hingga terekspose di media majalah Tempo.
Dari hasil pemeriksaan tersebut, sembilan hakim tak ada yang mengaku sebagai pelaku kebocoran RPH.
Di sisi lain, MKMK tidak bisa menindaklanjuti pengusutan atas bocoran RPH itu ke media Tempo, karena terbentur dengan Undang-Undang Kebebasan Pers.
Terkait hal itu, Jimly mengatakan, kesimpulan dan rekomendasi kesimpulan menimbang bahwa berdasarkan uraian duduk perkara faktor-faktor yang terungkap dalam rapat dan sidang pemisahan, serta pertimbangan hukum dan etika dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
"Para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti tidak dapat menjaga keterangan atau informasi rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim yang bersifat tertutup, sehingga melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan," kata Jimyli.
Ia menilai, praktek pelanggaran benturan kepentingan sudah menjadi kebiasaan yang dianggap sebagai sesuatu yang wajar.
Karena para hakim terlapor secara bersama-sama membiarkan terjadinya praktek pelanggaran politik, dan perilaku hakim konstitusi yang nyata tanpa kesungguhan untuk saling ingat-mengingatkan antara hakim, termasuk terhadap pimpinan.
"Karena budaya kerja yang ewuh pakewuh, sehingga kesetaraan antar hakim terabaikan, dan praktik pelanggaran etika biasa terjadi. Dengan demikian para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti melanggar Sapta Karsa Utama, prinsip kepantasan, dan kesopanan."
Jimly juga mengatakan, menimbang bahwa dengan bertolak dari hal-hal serta fakta-fakta yang ditemukan selama berlangsungnya proses persidangan, MKMK, Majelis Kehormatan memandang penting merekomendasikan hal-hal berikut.
"Satu, hakim konstitusi tidak boleh membiarkan kebiasaan praktek saling pengaruh mempengaruhi antar hakim dalam penentuan sikap dalam memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang menyebabkan independensi fungsional tiap-tiap hakim."
Pihaknya menilai, kondisi itu menjadikan hakim sebagai sembilan pilar tegaknya konstitusi menjadi tidak kokoh, dan pada gilirannya membuka peluang untuk terjadinya pelemahan terhadap independensi struktural, kekuasaan kehakiman Mahkamah Konstitusi secara kelembagaan.
"Dua, hakim konstitusi tidak boleh membiarkan terjadinya praktek pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi yang nyata tanpa kesungguhan untuk saling ingat-mengingatkan antar hakim," ujarnya.
"Termasuk terhadap pimpinan karena budaya kerja yang prinsip kesetaraan antar hakim terabaikan, dan praktek pelanggaran etika menjadi biasa terjadi," sambung dia.
"Tiga, hakim konstitusi harus menjaga iklim intelektual yang sarat dengan ide-ide dan prinsip-prinsip pencarian kebenaran dan keadilan konstitusional yang hidup berdasarkan nurani yang bersih, dan akal sehat yang tulus untuk kepentingan bangsa dan negara."
Hal itu, lanjut Jimly, tercermin dalam penulisan pendapat-pendapat hukum dan dalam permusyawaratan dan perdebatan substantif diantara para hakim untuk menemukan kebenaran dan keadilan konstitusional.
Empat, hakim konstitusi secara sendiri-sendiri dan bersama-sama harus memiliki tanggung jawab hukum dan moral untuk menjaga agar informasi rahasia yang dibahas terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020.
Hal tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang majelis kehormatan Mahkamah Konstitusi.
Memutuskan, menyatakan.
"Satu, para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi, sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Utama prinsip kepantasan dan kesopanan."
"Dua, menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif kepada para hakim terlapor, demikian diputus dalam rapat majelis kehormatan oleh tiga anggota majelis kehormatan," kata Jimly.