Peneliti IPD-LP Singgung MA soal Asiang vs Leasing Sandiaga Uno: Naluri Kebenaran Diuji

Ilustrasi kisruh Asing vs MPM Finance hingga MA
Sumber :
  • Istimewa

Siap – Institute For Delevopment of Policy and Local Partnership (IPD-LP) Kembali mengingatkan agar Mahkamah Agung (MA) benar-benar menjadi banteng terakhir para pencari keadilan. 

Duduk Perkara Kisruh Lahan di Jaksel, Pengacara Ungkap Aksi Tipu-tipu Mafia Tanah Berkedok ASN

Pasalnya, tak sedikit praktik peradilan di bawah MA, seperti pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, diwarnai berbagai putusan kontroversial. 

Pernyataan tersebut disampaikan peneliti senior IPD-LP yang juga Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik, Riko Noviantoro

Innalillahi, Abah Sanos Ayah Terpidana Kasus Vina Cirebon Meninggal Dunia

Riko lantas mencontohkan kasus gugatan seorang warga Medan, Asiang (46 tahun), dengan PT JACCS Mitra Pinasthika Mustika (MPM) Finance, yang saham mayoritasnya diketahui milik pengusaha Sandiaga Uno

"Ada sejumlah bukti-bukti yang disampaikan penggugat, tidak dijadikan pertimbangan putusan hakim. Misalnya pengakuan oknum PT JACCS MPM Finance yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum," katanya dikutip pada Minggu, 9 Maret 2025.

Geger, Suroto Blak blakan Usai PK Terpidana Kasus Vina Cirebon Ditolak MA, Hati Kecil Saya......

Menurutnya, wajar ketika kemudian Asiang mengajukan kasasi ke MA, kata Riko, sebagai 'rumah terakhir' mencari secercah harapan putusan yang berkeadilan. 

Riko berpendapat, sangat disayangkan ketika majelis hakim di tingkat Pengadilan Negeri dan Tinggi Jakarta Selatan, tidak mempertimbangkan bukti-bukti krusial yang dipunyai penggugat. 

"Sehingga putusan yang dilahirkan berpotensi tidak berkeadilan. Hakim semestinya mendengarkan semua pihak," ujarnya.

Riko juga menegaksan, bahwa sejatinya hakim bekerja pada dua lantasan utama, naluri kebenaran dan fakta persidangan. Ketika fakta persidangan tidak dipertimbangkan dalam sebuah putusan, maka timbul ketidakadilan. 

"Fakta persidangan menjadi pembuka lentera keadilan bagi hakim. Baru kemudian naluri kebenaran mereka diuji," tuturnya. 

Riko yakin, hakim MA memiliki kredibilitas dan kapabilitas yang mumpuni ketimbang di bawahnya. Artinya, proses pengambilan keputusan yang dilakukan mereka lebih cermat dan hati-hati, dengan mempertimbangkan banyak aspek.  

"Hakim MA harusnya lebih cermat. Tingkat kemapanan mereka alam mencerna masalah hukumnya lebih kuat," ucapnya.

"MA harus jadi lembaga merdeka yang sesungguhnya. Tidak diintervensi pihak manapun. Karena sejatinya, putusan yang berkeadilan adalah bagian praktik demokrasi," sambung dia.

Kronologis Kasus 

Sebagai informasi, Asiang merupakan debitur JACCS MPM Finance. Sekitar 2014 hingga 2019, pihaknya mengambil kredit dari leasing tersebut. Dalam kurun waktu tersebut, total tersisa sembilan unit truk dengan skema cicilan durasi 3 tahun.

Masalah muncul saat Indonesia dilanda pandemi Covid-19, persisnya mulai 2020 hingga 2021. Lantaran kesulitan dari sisi bisnis dan finansial, Asiang kemudian mengajukan relaksasi angsuran kepada MPM Finance. 

Kedua belah pihak sudah sepakat. Asiang kemudian membayar sejumlah nominal uang angsuran yang diinfokan oleh pihak JACCS MPM Finance. 

Namun di pertengahan jalan, pria yang sudah memulai bisnisnya sejak 2014 tersebut, kaget lantaran truknya diambil paksa "mata elang" saat tengah beroperasi atas suruhan dari pihak JACCS  MPM Finance. 

Padahal diriinya selalu tepat waktu membayar, sekalipun saat Covid-19. 

Selidik punya selidik, uang setorannya tidak dimasukan ke pembayaran angsuran truk. Asiang lantas melaporkan hal ini kepada pihak kepolisian. 

Laporan kemudian dicabut setelah dua orang oknum, masing-masing dari MPM Finance dan PT Winata Jaya Sentosa, mengaku bersalah. 

Pernyataan kedua oknum tersebut lantas dibuatkan hitam putihnya di depan notaris, sekaligus menjadi salah satu bukti yang dilayangkan ke pengadilan. 

Adapun efek dari penarikan mobil yang dilakukan tersebut membuat usaha Asiang berantakan.

Menurut penuturan Asiang beberapa Waktu lalu, banyak klien-kliennya yang kemudian membatalkan kontrak. 

"Kerugian saya miliaran. Saya kecewa karena sejak 2014 sampai sebelum Covid-19, saya selalu tepat waktu membayar. Semoga Pak Sandiaga Uno tahu, saya berharap beliau bisa membantu rakyat seperti kami ini," ucapnya penuh harap. 

Asiang lantas menggugat secara perdata dua perusahaan tersebut ke Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Jakarta Selatan. Hanya saja, hasilnya tak sesuai yang diharapkan. 

"Bukti-bukti yang kami berikan kepada Majelis Hakim, sama sekali tidak mereka pertimbangkan," pungkasnya. 

Ketika disambangi awak media, pihak JACCS MPM Finance menolak memberikan pernyataan. Pihak legal perusahaan tersebut mengaku kasusnya dengan Asiang merupakan ranah internal, sehingga tidak ingin dipublikasikan. 

Mereka hanya membenarkan bahwa PT JACCS MPM Finance memang tengah berperkara dengan Asiang.