Ketika Gubernur DKI Jakarta Bangun Kota dari Pajak Judi

Ali Sadikin, DKI Jakarta, judi
Sumber :
  • Istimewa

SiapAli Sadikin tak sekali-dua kali kena protes. Teriakan lantang dibarengi cacian jadi makanan saban hari Gubernur DKI Jakarta (1966-1977) sesaat akan memulai pidato.

Anggota DPR Ungkap Permasalahan yang bakal Dihadapi Prabowo-Gibran: Perbanyak Lapangan Kerja

Selain teriakan, protes juga muncul di pelbagai surat kabar hingga surat tertuju langsung Bang Ali, sapaan karib Ali Sadikin.

"Bahkan saya dituduh gubernur judi, gubernur maksiat," kata Bang Ali meniru tuduhan tersebut, dikutip majalah Matra, Desember 1990.

Pengurus RT Protes Proyek Saluran Drainase di Pontianak Dibangun Semakin Kecil

Pangkal tuduhan dan cacian para tokoh masyarakat dan pimpinan agama terhadapnya tak lain lantaran kebijakan Bang Ali melegalkan judi di Jakarta.

Pada masa awal menjabat sebagai Gubernur Jakarta pada 1966, Bang Ali tertegun mengetahui APBD Jakarta termasuk di dalamnya hasil pajak daerah dan subsidi dari pemerintah pusat hanya Rp 66 juta.

Harga Emas Antam per Kamis (3/10) Meroket Jadi Segini

Besaran anggaran tersebut, menurut Bang Ali, sangat tidak cukup untuk membenahi beragam masalah di Jakarta sebagai ibu kota negara sekaligus Pusat Pemerintahan Indonesia.

Ali lantas meminta jajarannya mencari cara agar permasalahan kekurangan anggaran bisa ditanggulangi.

Kepala Biro II Wardiman Djojonegoro lantas mencari satu per satu berkas administrasi termasuk Peraturan Pemerintah sebagai landasan mencari kekurangan anggaran.

Adapun di antara berkas kebanyakan berbahasa Belanda tersebut, Wardiman menemukan Staatsblad atau Lembar Negara tahun 1912 No. 230 dan tahun 1935 No 526.

Dua peraturan di dalam Lembar Negara itu mengatur tentang pajak perjudian. Namun, kedua aturan tersebut tak lagi berlaku setelah ditetapkannya Undang-Undang No.7 tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian; satu di antaranya memberikan wewenang kepala daerah untuk memungut pajak perjudian.

Selain peraturan tersebut, Bang Ali memiliki perspektif lain tentang perjudian dari makalah pemenang lomba mengarang peringatan 440 tahun hari jadi Jakarta dengan tema, Mengatasi Problematik Pendidikan SD di Ibu Kota Jakarta pada 14 Agustus 1967.

Dalam makalah tersebut, Christianto Wibisono tercatat sebagai jurnalis harian KAMI memaparkan pentingnya pemerintah Jakarta melegalkan kasino lalu memungut pajak secara resmi lantas digunakan sebagai dana membangun gedung sekolah dasar bagi lebih kurang 600.000 anak berstatus terancam tak bisa sekolah.

"Saya mengusulkan lokalisasi perjudian sebagai sumber pembiayaan inkonvensional dalam tulisan di harian KAMI," tulis Christianto yang pada kemudian hari tersohor sebagai ekonom dalam Empu Ali Sadikin Delapan Puluh Tahun.

Bang Ali bersikeras mewujudkan kebijakan tersebut dengan mengeluarkan Surat Keputusan pelarangan perjudian gelap di wilayah Jakarta, tertanggal 26 Juli 1967.

SK tersebut bukan cuma larangan, tetapi lampu hijau munculnya tempat judi legal. Dua bulan kemudian, Bang Ali meresmikan kasino pertama di Petak Sembilan No.25.

Selain menjadikan kegiatan semula kucing-kucingan, lanjut Bang Ali, melegalkan judi agar tata kelola menjadi lebih terang sehingga pajak tersebut dapat digunakan untuk membangun Jakarta.

Bang Ali mengklaim telah membangun 2.400 gedung sekolah, lebih dari 1.200 kilometer jalan raya, memperbaiki kampung, membina pusat kesenian, masjid, dan penghijauan.

"Sebagiannya adalah hasil judi," kata Bang Ali pada biografinya Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977.

Sebagai seorang muslim, Bang Ali sadar betul judi dilarang agama sehingga kritik, protes, bahkan cacian dari para ulama dan tokoh masyarakat bukannya ditepis mentah-mentah, namun tetap jadi perhatian.

Lelaki kelahiran Sumedang, 7 Juli 1926 tersebut bahkan terang-terangan mengaku tak suka judi.

Di hadapan Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida), Bang Ali berterus terang perlu uang untuk membangun gedung sekolah, jalan, dan pembangunan fasilitas sosial lainnya.

Namun, dana terbatas. Pinjaman bank tak boleh apalagi pinjaman luar negeri, sehingga dengan undang-undang tersebut pajak hasil judi digunakan.

"Tapi yang tidak setuju, toh, tetap ada. Kepada mereka saya bilang, 'bapak-bapak, kalau masih mau tinggal di Jakarta, sebaiknya beli helikopter. Karena jalan-jalan di DKI dibangun dengan pajak judi. Nah, cara semacam itu membuat orang kemudian tertawa yang biasa saya pakai," tandas Bang Ali.