Heboh Santri di Kubu Raya Diduga Dianiaya Dengan Rotan, Tubuh Lebam Biru

Ilustrasi penganiayaan
Sumber :
  • Istock

Siap – Seorang santri remaja putri diduga menjadi korban penganiayaan di salah satu Pondok Pesantren di Desa Kapur, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat belum lama ini.

Banjir Rob Terjang Pontianak, Swalayan dan Rumah Warga Kebanjiran

Kejadian penganiayaan tersebut saat ini oleh orang tua korban telah dilaporkan ke Polres Kubu Raya dan sedang dalam proses.

Orang tua korban, Nurhayati membenarkan, bahwa anaknya diduga menjadi korban penganiayaan di salah satu Pondok Pesantren di Desa Kapur. Akibat penganiayaan tersebut tubuh anaknya mengalami lebam biru.

Gempar, Seorang Balita di Ketapang Ditemukan Tewas Dibawah Kolong Rumah

“Satu hari sebelum peristiwa tersebut saya bersama suami baru saja mengunjungi putri kami di Pondok pesantren , karena putri saya menggunakan baju gamis dan bercadar maka tidak terlihat apa-apa, namun setelah satu hari pulang saya mendapat surat dari anak saya yang ingin pulang karena sudah tidak mampu dengan penderitaan,” jelas Nurhayati dikutip pada Senin, 9 September 2024.

Nurhayati menceritakan sepulang dari menjenguk anaknya itu, ia mendapat kiriman surat melalui WA yang berasal dari putrinya yang minta dijemput pulang karena sudah tidak tahan menerima perlakuan di Pondok tempat putrinya belajar.

Polres Ketapang Tertibkan PETI di Kecamatan Matan Hilir, Pekerja Kabur ke Hutan

“Saya membaca isi surat tersebut langsung shock, sebab pada saat saya berkunjung tak tampak apapun kejanggalan, karena itu saya langsung ke Pondok anak saya dan membawa anak sya pulang ke rumah, awalnya dihalang-halangi tapi saya paksa untuk membawa pulang putri saya,” ucapnya.

Nurhayati mengatakan setibanya di rumah, Ia kemudian memeriksa kondisi putri kesayangannya itu, alangkah kagetnya ia melihat lebam-lebam disekujur tubuh putrinya, dan dari pengakuan Putrinya, ia di pukul menggunakan rotan sebanyak 125 kali pukulan.

“Saya langsung bawa anak saya ke Rumah sakit untuk Visum, namun oleh pihak Rumah sakit diarahkan untuk berkoordinasi dahulu dengan aparat kepolisian, oleh karena itu kemudian saya membuat laporan ke Polres Kubu Raya,” katanya.

“Saya tidak terima anak saya diperlakukan seperti ini, hati orangtua mana yang tak menangis pak kalau lihat anaknya seperti ini,”sambungnya.

Selain ke Polres Kubu Raya, Nurhayati juga telah menyampaikan peristiwa ini ke Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Kubu Raya.

Kapolres Kubu Raya, AKBP Wahyu Jati Wibowo, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima laporan pengaduan dugaan penganiayaan yang terjadi di salah satu Pondok Pesantren di Kubu Raya.

“Iya benar sudah kami proses dan sedang dilakukan pendalaman,’’ujarnya.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Kubu Raya, Diah Savitri yang turun langsung kunjungi Santriwati yang diduga menjadi korban penganiayaan tersebut.

“Ini menjadi atensi kami dari Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Kubu Raya, karena santriwati ini masih tergolong anak dibawah umur, hari ini dijadwalkan pendampingan psikologi di UPTD pak”ungkapnya.

Sementara itu ketika di konfirmasi salah satu Pengasuh Pondok Pesantren yang berada di Desa Kapur Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat akhirnya angkat bicara terkait isu yang beredar mengenai dugaan pemukulan terhadap salah satu santriwatinya pada hari Jumat (30 Agustus 2024) lalu.

Kabar tersebut sempat viral di media sosial dan menimbulkan keresahan di kalangan orang tua serta masyarakat luas kemudian membuat pihak Pondok Pesantren perlu meluruskan isu tersebut.

Dalam pernyataan resminya, pengasuh pondok pesantren menyampaikan klarifikasi bahwa kejadian yang dipersoalkan adalah sebuah insiden yang terjadi dalam konteks disiplin dan bukanlah tindak kekerasan yang di sengaja.

Dia menegaskan bahwa pondok pesantren memiliki aturan ketat terkait perilaku dan kedisiplinan, namun insiden ini dinilai telah disalahartikan.

“Kami ingin meluruskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh pengajar bertujuan mendidik, namun kami menyadari bahwa pendekatan yang digunakan tidak tepat dan menimbulkan salah persepsi di masyarakat,” ujar pengasuh pondok dalam konferensi pers.

“Tindakan yang dilakukan Pengasuh Pondok Pesantren itu adalah Tindakan penegakan aturan yang dilakukan oleh pengasuh terhadap santri ataupun santriwati yang melanggar aturan internal Pondok Pesantren,” ungkap salah satu pengasuh Pondok Pesantren saat ditemui wartawan pada hari Jumat (6 September 2024).

Ia mengatakan bahwa santriwati yang diisukan menjadi korban itu telah melanggar aturan dan sering berulang, maka sesuai aturan Pondok harus membayar denda setiap pelanggaran dengan sejumlah uang untuk dimasukkan kas pondok yang tujuannya juga guna pengembangan Ponpes.

“Setiap Pelanggaran dedenda sebesar Rp. 5000,- atau jika tidak bayar denda maka dikoversi dengan dirotan sebanyak 5 kali, nah santriwati ini melanggar aturan sebanyak 25 kali jika tidak membayar denda maka di rotan sebanyak 125 kali, dan itupun pada tempat-tempat yang tidak membahayakan santri dengan tetap diiringi doa dari pengasuh agar santri menjadi disiplin dan patuh pada aturan Pondok,” tambah Pengasuh ini.

Lebih lanjut, pondok pesantren tersebut berjanji akan melakukan evaluasi mendalam terhadap sistem pembinaan dan metode pendidikan yang diterapkan. Pihak pesantren menyatakan komitmennya untuk memastikan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman bagi seluruh santri, khususnya santriwati.

Selain itu, pihak pesantren telah melakukan dialog dengan keluarga santriwati untuk menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan. Mereka juga berencana meningkatkan pengawasan terhadap interaksi antara pengajar dan santri, serta memberikan pelatihan kepada para tenaga pengajar agar lebih bijak dalam menjalankan tugasnya.

“Kami berharap masyarakat tidak terburu-buru mengambil kesimpulan sebelum mengetahui fakta yang sebenarnya. Pondok pesantren kami selalu berupaya memberikan pendidikan terbaik berdasarkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin, jauh dari segala bentuk kekerasan,” tambahnya.

Pihak pesantren berkomitmen memperbaiki diri dan menjamin kejadian serupa tidak akan terulang, dengan harapan masyarakat dapat terus mendukung proses pendidikan di pondok pesantren tersebut.