Ketika Pangeran Diponegoro Gagal Naik Haji
- Dokumen Dubes Cairo, Mesir
Setelah ditahan selama tiga pekan di Staadhuis atau Balai Kota (Museum Sejarah Jakarta, kini), Batavia, sang pangeran telah siap melakukan perjalanan menuju Manado.
Para pejabat dan perwira Belanda, lanjut Peter Carey, telah membuat sang pangeran percaya bahwa Manado merupakan sebuah peristirahatan sementara agar dia bisa memiliki waktu mengirim surat ke Belanda, meminta izin naik haji ke Mekkah bersama para santri bekas pendukungnya.
Pukul 8 pagi, Senin, 4 Mei 1830, kapal korvet Pollux bertolak dari Batavia mengantar sang pangeran menuju pengasingan di Manado.
Letnan dua Knoerle, pendamping perjalanannya, mengatakan meski serangan malaria membuat sang pangeran seperti mayat hidup. Namun, minat terhadap sekeliling, terutama ilmu bumi sangat luar biasa.
"Ia (Diponegoro) ingin tahu jalur pelayaran ke Jeddah,” tulis Knoerle dalam Extract uit de gehoudene aanteekeningen gedurende mijne reis naar Manado, De Oosterling, 1830.
Di Manado, keinginan sang pangeran untuk pergi menunaikan ibadah haji terus menguat.
"Diponegoro berusaha menghemat uang tunjangan sebesar 600 gulden, dengan menabung dalam bentuk uang dan barang perhiasan, untuk pergi haji," ungkap Peter Carey.