Heboh Nabi Palsu, Bolehkah Dibunuh: Begini Jawaban Buya Yahya

Jannes Kilon Diaz nabi palsu dan Buya Yahya
Sumber :
  • Istimewa

Siap – Baru-baru ini publik dibuat heboh dengan pernyataan seorang pria bernama Jannes Kilon Diaz, yang mengklaim dirinya sebagai nabi. Ia bahkan menyerukan agar Islam dibubarkan. 

TikTok Ramai 'Cek Khodam', Penjelasan Buya Yahya Menurut Islam

Adapun aksi yang dilakukan Jannes Kilon Diaz viral, setelah videonya tersebar luas di media sosial. 

Sontak berbagai kecaman pun bermunculan terhadap nabi palsu asal Tebingtinggi tersebut. Kabarnya, Jannes Kilon Diaz saat ini telah diamankan polisi. 

Polemik Nasab Terus Bergulir, Tiga Ulama Besar Ini Takzim pada Habaib

Nah terkait aksi nabi palsu ini, sebelumnya juga sempat terjadi di Indonesia. Kasus tersebut kerap membuat gaduh dan tak jarang menimbulkan konflik. 

Lantas apakah nabi palsu boleh dibunuh?

Rhoma Irama Ragukan Nasab Habaib, Jawaban Buya Yahya soal Tes DNA

Menanggapi hal tersebut, pengasuh Pondok Pesantren Al-Bahjah, Yahya Zainul Ma'arif atau yang populer disapa Buya Yahya sempat membahasnya loh. 

Dikutip dari tayangan RadioQu, Buya Yahya pun heran, ada saja orang yang percaya dengan nabi palsu. 

"Luar biasa, Indonesia tuh kaya sekali. Hampir 5 tahun sekali ada nabi baru, top, hebat, ngaku nabi. Cuman yang heran tuh ada aja yang percaya. Jadi betul-betul luar biasa kita kurang pegangannya. Orang ngaku nabi dipercaya, Nabi Muhammad sendiri kurang diperhatikan," katanya.

Buya Yahya kemudian menjelaskan soal aturan hukum jika ada orang yang mengaku nabi. 

"Orang mengaku nabi, kalau di asal Islam murtad. Kemudian yang mempercayai nabi palsu adalah keluar dari iman, murtad dan orang murtad memang harus dibunuh, cuman bukan tugasmu," ujarnya.

Buya Yahya lantas menjelaskan, bahwa hukum dalam Islam itu dibagi tiga. Yakni, hukum fardhu, yaitu hukum yang berkenaan dengan orang per orang dan setiap orang bisa menggunakannya, seperti shalat, dan menutup aurat. 

Lalu hukum qodho, yaitu hukum antar sesama yang harus diselesaikan oleh seorang qadhi atau hakim seperti persengketaan jual beli dan perselisihan dalam pernikahan.

Kemudian hukum imamah, yaitu hukum yang hanya boleh diterapkan oleh imam (negara) dan justru jika ditangani oleh orang perorang akan rancu dan berantakan, seperti hukum potong tangan, cambuk dalam perzinaan dan hukum mati bagi yang murtad. 

"Hukum imamah yang boleh menegakkan hukum hanya imam atau yang mewakili imam. Sebab, kalau bagian ini diambil semua orang akan rancu, bakal terjadi pembunuhan di sana-sini yang alasannya murtad," jelasnya.

"Apalagi sekarang gampang orang mengkafirkan. Kalau seandainya hukum bunuh dibebaskan ada kelompok yang mudah mengkafirkan dia paling cepat mengeluarkan pedang, nauzubillah," sambungnya. 

Ia lantas mengingatkan, kalau ingin berjuang itu urutannya dulu dong, jangan teriak-teriak hukum imamah sementara keluarganya sendiri belum paham aturan syariat Islam. 

"Jadi kami mengatakan, yang suka nyuruh Allahu Akbar jihad, dan sebagainya ingin memperjuangkan syariat, imamah, khilafah atau apa saja kepemimpinan, menegakan syariat Islam itu ada martabatnya." 

"Lah kalau hukum pribadi saja enggak benar, wong katanya ngajak menegakan syariat Islam, tapi dia sendiri masih teler," timpalnya lagi.

Maka, lanjut Buya Yahya, urusan nabi palsu itu serahkan saja pada negara. 

"Adapun orang yang mengaku nabi jelas selesaikan secara hukum. Tapi harus proses dulu sebabnya apa, sehat atau tidak akalnya. Itinya diproses dulu, baru nanti yang berhak memberi hukuman adalah pemerintah," jelas Buya Yahya.