Merasa Dihina, Prabowo Temui Presiden di Istana dan Ketegangan pun Terjadi
- Istimewa
Siap – Suasana politik Indonesia kian memanas, puncaknya pada Kamis, 21 Mei 1998. Soeharto meletakkan jabatannya sebagai presiden dan menyerahkan kepada wakilnya Bacharuddin Jusuf Habibie.
Keesokan hari, pukul 08.00 WIB, presiden ketiga RI memutuskan untuk mengumumkan sususan kabinetnya di Istana Merdeka, Jakarta.
Tiba di Istana Merdeka, Habibie masuk melalui pintu gerbang depan sebelah barat. Saat melewati anak tangga pertama, Panglima ABRI kala itu Jenderal Wiranto mengadang. Wiranto meminta izin secara khusus, keadaan empat mata, mengenai situasi keamanan termutakhir usai kerusuhan Mei 1998.
Presiden ketiga Republik Indonesia itu sempat menolak. Habibie dalam buku Detik-Detik yang Menentukan, Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi, berdalih tidak punya banyak waktu luang.
"Sudah terlambat satu jam dan ini dapat menimbulkan spekulasi bahwa saya tidak berhasil membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan," tulis Habibie.
Arkian, Wiranto membuntuti ke ruang kerjanya. Sesampainya di dalam, Wiranto melaporkan Pasukan Kostrad dari luar Jakarta bergerak menuju ibu kota.
Mendengar laporan tersebut, Habibie menganggap Panglima Kostrad saat itu Prabowo Subianto, telah melakukan pergerakan sepihak di luar perintah dan sepengetahuan Panglima ABRI.