Ngilunya Tradisi Kikir Gigi Suku Mentawai
- Istimewa
Berdasarkan penuturan Aman Laulau selaku Sikerei (ahli pengobatan tradisional) Buttui, Siberut Selatan, Kepulauan Mentawai, tradisi tersebut memiliki makna filosofi yang dalam. "Untuk mengendalikan diri dari enam sifat buruk manusia," kata Aman Laulau seperti yang ditirukan Rengga.
Adapun keenam sifat itu lebih dikenal masyarakat Mentawai dengan nama Sad Ripu. Di antaranya adalah Kama (hawa nafsu), Lobha (tamak), Krodha (marah), Mada (mabuk), Matsarya (iri hati), dan Moha (bingung).
Penduduk Mentawai, kata Rengga, meyakini bahwa perempuan yang memiliki gini runcing memiliki nilai lebih dari perempuan lainnya. "Maka itu, sakit pun tidak mereka rasa ketika proses kikir gigi," katanya.
Seturut dengan hal tersebut, salah seorang istri kepala desa Mentawai, Pilongi mengatakan bahwa proses peruncingan gigi lebih kepada untuk menjaga keseimbangan antara tubuh dan jiwa.
Meski demikian, Pilongi juga mengaku pada saat remaja ia sempat menghindari ritual tersebut. Ia merasa takut. Namun, pada akhirnya ia tetap merelakan giginya 'dihabisi'.
"Saya tidak tahu apa yang akan terjadi. Tapi ketika mereka melakukannya, saya hanya membiarkan mereka untuk meruncingkan gigi saya," kata Pilongi seperti dikutip dari nationalgeographic.grid.id.
Setelah semua selesai, Pilongi diminta untuk menggigit pisang hijau. Alasannya cuma satu. Agar rasa sakit yang ia rasa berkurang. "Sekarang gigi saya tajam dan saya terlihat lebih cantik. Ini untuk suami saya. Jadi dia tidak akan meninggalkan saya," katanya.