Mengukur Untung Buntung Peredaran VCD Porno Era 2000-an

Ilustrasi seks.
Sumber :
  • Istimewa

Untuk mendapatkan film tersebut, Bajuri mengaku membeli dari salah satu kios yang berada di Glodok, Jakarta Barat.

Eksplore Lebih Dalam: Server Indonesia dan Peran Kunci Mereka dalam Era Digital

Namun, demi menghemat anggaran Bajuri tidak membeli kepingan film. Ia hanya membeli beberapa file film dewasa.

"Nanti saya beli kepingan VCD polos dan copy. Nah, film hasil duplikat itu saya jual. Pemain (pembeli) juga banyak. Udah gitu, saling tukar info kalau ada edisi baru," ujarnya.

Berikut Proses Pemeriksaan Kesehatan Kejiwaan Siskaeee sampai Polisi Nyatakan Dirinya Sehat

Meski terbilang laris, Bajuri tak sembarang menjual film-film tersebut. Pembeli yang baru pertama kali datang, tidak serta merta diberikan 'akses' mudah begitu saja. "Ada kode etik. Ha ha ha," katanya.

"Jadi, kalau saya nih, tukang VCD, di lapak saya cuma ada VCD film biasa atau VCD lagu. Cuma yang udah langganan, biasanya langsung tanya; 'Bang, ada film begituan, gak?' Penjualan benar-benar terselubung. Terkadang saya juga yang nawarin. Tapi saya lihat-lihat dulu gelagatnya. Kalau orang yang nyari film porno, tingkah lakunya pasti ketahuan. Gelagatnya mah kelihatan," kenangnya.

Prabowo-Gibran Dominasi TikTok: Jangan Kaget, Nih Datanya

Adapun harga film dewasa yang pernah Bajuri jual mulai dari harga Rp 7 ribu sampai Rp 25 ribu per keping. Dengan rata-rata per hari mencapai pembelian 50 sampai 100 keping VCD.

"Lumayan, kan?" kelakarnya.

Eksistensi VCD Film Porno

Bagi Bajuri, bisa menjual film dewasa dengan jumlah besar merupakan kepuasan tersendiri.

Namun, lain halnya dengan Suparno (bukan nama sebenarnya), salah seorang penikmat film dewasa. Ia justru bisa merasakan kepuasaan tatkala mendapatkan film porno baru.

Suparno mengaku, mulai menyukai film 18+ sejak masih duduk di bangku SMP kelas III, pada tahun 2000.

Halaman Selanjutnya
img_title