Geger Temuan 5 Kadaver di Kampus Unpri, Buya Yahya: Mayat Tidak Boleh Diperjualbelikan!

Heboh kadaver Unpri, Buya Yahya bahas soal jual beli mayat
Sumber :
  • Istimewa

Siap – Teka-teki soal temuan lima mayat di Universitas Prima Indonesia (Unpri) Medan, Sumatera Utara (Sumut) akhirnya terungkap. Itu adalah cadaver atau kadaver, yakni jenazah tanpa identitas yang biasa digunakan untuk keperluan ilmu kedokteran. 

Polemik Nasab Terus Bergulir, Tiga Ulama Besar Ini Takzim pada Habaib

Sebagaimana diketahui, kasus temuan lima mayat atau kadaver di Unpri Medan ini telah menyita perhatian publik. 

Peristiwa ini mencuat setelah sebelumnya beredar video di media sosial, yang memperlihatkan ada dua mayat di lantai sembilan kampus Unpri Medan. 

Rhoma Irama Ragukan Nasab Habaib, Jawaban Buya Yahya soal Tes DNA

Dua mayat itu ditemukan dalam kondisi membusuk, di bak penampungan air. 

Nah setelah diselidiki polisi, ternyata ada lima jenazah di kampus tersebut. Usut punya usut, itu rupanya kadaver. 

Fuad Plered Ngaku Saudaranya Murid Nabi Khidir, Begini Penjelasan Buya Yahya

Itu merupakan jenazah dari orang tak dikenal yang biasanya digunakan mahasiswa kedokteran untuk praktikum anatomi.

Lantas bagaimana pandangan Islam terhadap kadaver? Lalu apakah mayat boleh diperjualbelikan?

Menanggapi hal tersebut, pendakwah Buya Yahya rupanya sempat membahas hal ini lewat chanel YouTube Al Bahjah TV berjudul Hukum Menjual Mayat Untuk Praktik Dokter.

Dalam penjelasannya, pengasuh Ponpes Al Bahjah itu menegaskan, bahwa mayat tidak boleh diperjualbelikan.

"Mayat tidak ada yang punya tidak boleh diperjualbelikan. Tapi mayat harus dihormati, dikafani, dirawat dan sebagainya bukan untuk diperjualbelikan," katanya dikutip siap.viva.co.id pada Rabu, 13 Desember 2023. 

Lalu bagaimana kalau untuk praktek kedokteran? Buya mengatakan, itu boleh, karena tujuannya untuk menjaga kehidupan. 

"Jadi dokter biar tahu karena anatomi tubuh, barangkali lihat apa operasi dan segala macam," jelasnya. 

Biasanya, lanjut Buya Yahya, itu bukan beli mayat. 

"Biasanya itu adalah mayat-mayat tidak punya sanak sahabat dan sanak saudara, tapi terus dipantau oleh lembaga tertentu oleh negara dan sebagainya," tutur dia.

"Kemudian, fakultas kedokteran yang sudah jelas dan ada tujuannya bukan sekedar main-main. Biasanya seperti itu, dan boleh," sambungnya.

Bahkan menurut Buya Yahya, sangat boleh adalah mayat orang yang kafir harbi, yakni mereka yang memerangi Islam.

Sedangkan kalau kafir jimny (non muslim yang hidup berdampingan dengan secara rukun), tidak boleh. 

"Kalau kafir harbi yang kurang ajar sama umat Islam boleh, karena dia perangi umat Islam. Tapi kalau kafir jimny tidak boleh," ujarnya. 

Kemudian, jika mayat itu tidak tahu rimbanya. Sejumlah ulama sepakat, itu dibolehkan. 

"Karena tidak ada yang tersakiti. Kemudian tujuannya adalah mulia (untuk ilmu pengetahuan)." 

"Tapi kalau bapak kita, anak kita untuk anatomi, ya itu kurang ajar. Atau seorang bapak kasihkan anaknya untuk itu (kadaver), nah itu kurang ajar tidak punya kasih sayang," sambungnya. 

Dengan demikian, lanjut Buya, biasanya mayat yang digunakan untuk keperluan ilmu kedokteran itu biasanya mereka tidak bertuan. 

"Kalau tujuannya untuk medis boleh. Tapi siapa dulu mayat yang tidak bertuan? Itu adalah mayat yang tidak punya sanak kerabat, saudara ataupun mayat orang kafir harbi. Kafir harbi yang memerangi kita, jadi boleh," jelasnya.

"Cuma biasanya binatang dulu, mungkin ada kemiripan kemiripan dan sebagainya. Jadi boleh dibahas para ulama demikian. Wallahualam," timpalnya lagi.