Peneliti Ungkap Efek Mengerikan Insenerator untuk Sampah, Warga Depok Wajib Simak!
- Istimewa
Siap – Penggunaan mesin insenerator yang digadang-gadang kubu petahana Depok sebagai upaya mengurai sampah menuai kontroversi banyak pihak. Selain dinilai tidak efektif, dampak yang ditimbulkan pun dianggap terlalu berbahaya.
Adapun wacana tersebut digagas oleh pasangan calon (paslon) kepala daerah untuk Kota Depok, Budi Hartono (IBH) dan Ririn Farabi yang diusung oleh PKS-Golkar.
Hal ini terungkap saat paslon 01 itu menyampaikan ide tersebut dalam debat terbuka dengan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok nomor urut 02, Supian Suri-Chandra Rahmansyah, beberapa hari lalu.
Pada debat tersebut, Supian-Chandra menentang keras penggunaan mesin itu.
Keduanya menilai, selain tidak efektif dan menelan anggaran yang tak sedikit, pengunaan insenerator juga dikhawatirkan dapat berdampak buruk bagi kesehatan.
Sikap protes juga sempat disuarakan oleh salah seorang mahasiswa Universitas Indonesia (UI). Lantas benarkah mesin insenerator tidak efektif dan berbahaya dalam menangani sampah?
Disitat dari Aliansi Zero Waste, dalam pengelolaan sampah perkotaan, penggunaan insinerator sering kali menjadi topik perdebatan yang kontroversial.
Kendati demikian, nyatanya beberapa pihak berpendapat bahwa insinerator merupakan solusi yang efektif dalam mengatasi permasalahan sampah.
Namun untuk saat ini salah satu jenis teknologi termal itu bukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan sampah.
Data yang dihimpun menyebutkan, bahwa Indonesia sendiri sudah memiliki 12 kota yang diamanatkan untuk membangun proyek insinerator guna memusnahkan sampah.
Ini biasa dikenal dengan Pembangit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Pembangunan PLTSa muncul akibat pandangan bahwa timbunan sampah merupakan bagian dari permasalahan keindahan kota.
Di antara 12 kota tersebut, yakni DKI Jakarta, Kota Tangerang, Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya, Kota Makassar, Kota Denpasar, Kota Palembang dan Kota Manado.
Adapun pandangan ini tercantum dalam konsideran Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
Banyaknya timbunan sampah mengakibatkan suasana kota tidak enak dipandang. Dengan pandangan seperti ini, tidak heran jalan keluar yang diambil adalah membakar sampah hingga hangus.
Padahal, jelas-jelas hal ini keliru, sebab Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah memandang permasalahan sampah sebagai permasalahan lingkungan hidup dan kesehatan, bukan permasalahan keindahan kota.
Dampak Lingkungan dan Kesehatan
Dampak lingkungan dari adanya proses pembakaran sampah di insinerator acapkali dikesampingkan.
Padahal, proses ini menghasilkan emisi gas berbahaya, termasuk gas rumah kaca seperti karbon dioksida dan oksida nitrogen.
Meskipun insinerator modern dilengkapi dengan sistem pemurnian gas buang, tetap ada risiko terjadinya polusi udara dan pencemaran lingkungan.
Menurut Peneliti Hukum pada Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Fajri Fadhillah, insinerator membuang emisi berupa dioksin, senyawa yang dikenal paling beracun.
Pencemaran dioksin dapat menimbulkan penyakit kanker, permasalahan reproduksi dan perkembangan, kerusakan pada sistem imun dan mengganggu hormon.
Kemudian, merkuri dan partikel halus adalah senyawa lainnya yang dibuang oleh insinerator ke udara. Paparan merkuri dapat berdampak buruk pada sistem saraf dan perkembangan otak anak.
Partikel halus dapat menyebabkan terjadinya penurunan fungsi paru, kanker, serangan jantung, dan kematian dini.
Selain emisi beracun, insinerator juga menghasilkan abu yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3).
Penanganan abu ini menjadi lebih mahal karena sifatnya yang berbahaya. Pengalaman di Amerika Serikat dan Norwegia menunjukkan adanya ancaman pencemaran udara dan air akibat kebocoran abu tersebut.
Fakta ini sekaligus juga menunjukkan bahwa insinerator sebenarnya tidak memusnahkan seluruh sampah. Cukup jelas bahwa lingkungan dan kesehatan terancam oleh operasi insinerator.
Tidak Efisien
Selain karena ancaman kesehatan dan lingkungan, insinerator juga membutuhkan sumber daya yang besar, termasuk bahan bakar seperti gas alam atau minyak.
Proses pembakaran sampah menghasilkan energi dalam bentuk panas atau listrik, namun sering kali efisiensi energinya rendah.
Sumber daya yang digunakan untuk mengoperasikan insinerator mungkin lebih baik digunakan untuk pengembangan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Ketergantungan terhadap Sampah
Penggunaan insinerator juga sejatinya dapat menghambat perubahan perilaku di masyarakat. Insinerator dapat menciptakan ketergantungan terhadap sampah sebagai sumber energi.
Hal ini dapat mengurangi insentif untuk mengurangi dan mendaur ulang sampah. Fokus yang terlalu besar pada pembakaran sampah melalui insinerator dapat menghalangi pengembangan solusi pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan, seperti pengurangan, pemilahan, serta pengelolaan sampah sedekat mungkin dari sumbernya.
Alternatif yang Lebih Baik
Sebagai alternatif, pendekatan yang lebih baik dalam pengelolaan sampah adalah dengan memprioritaskan hirarki pengelolaan limbah.
Hal ini meliputi langkah-langkah seperti pengurangan sampah di sumbernya, daur ulang, kompos, dan pengolahan sampah organik.
Dengan mengadopsi pendekatan ini, kita dapat mengurangi volume sampah yang dihasilkan dan mengurangi dampak lingkungan secara keseluruhan.