Petualangan Batalyon 454 Banteng Raider Ketika Peristiwa Gerakan 30 September 1965
- Istimewa
Siap – Pada malam 30 September hingga 1 Oktober 1965, Batalyon 454 Banteng Raider dan Batalyon 530/Brawijaya saling berhadap-hadapan di lapangan. Cukup mengherankan bagi pasukan militer dengan dua komando berlainan dalam satu operasi.
Lantas, bagaimana sesungguhnya posisi TNI AD pada peristiwa berdarah 30 September 1965?
Beberapa pekan sebelum malam kelam di tahun 1965, persis tanggal 21 September 1965, Panglima Komando Strategis Angkatan Darat Mayjen Soeharto mengirim radiogram No. T.239/9, berisi perintah untuk memberangkatkan pasukan 454/Diponegoro (Jawa Tengah), Batalyon 530/Brawijaya (Jawa Timur), dan Batalyon 328/Dirgahayu (Jawa Barat), menuju Jakarta dengan perlengkapan tempur garis 1.
Pemberangkatan pasukan dari luar Jakarta itu bertujuan untuk memeriahkan peringatan Hari ABRI pada 5 Oktober 1965.
“Ketiga batalyon tersebut dilengkapi kesatuan senjata bantuan Kostrad, kesatuan Panser, dan tank dari Bandung, serta pasukan artileri dari Cimahi,” tulis Julius Pour dalam Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan, & Petualang.
Tiga pasukan itu tiba di Jakarta pada 27 September 1965. Sembari menunggu apel siaga, Letkol Untung Samsuri menghampiri pasukan Batalyon 454.
Mereka saling tukar cerita, melepas rindu antara komandan dan bekas anak buah.