Pemakaman Unik Suku Minahasa Zaman Megalitikum
- Dispar Kab Minahasa Utara
Siap – Taman Purbakala Waruga Sawangan, Kecamatan Airmadidi, Minahasa Utara mungkin belum banyak dikenal atau populer. Namun, di tempat ini kamu mendapati tradisi unik pemakaman suku Minahasa zaman megalitikum.
Berbeda dengan pemakaman pada umumnya, Taman Pemakaman Waruga berupa tiang batu yang bagian atasnya dipahat seperti bentuk rumah dengan sejumlah lekukan.
Pemakaman Waruga merupakan makam purbakala di mana orang yang meninggal dikuburkan sebuah kotak batu berongga, dan jenazah ditaruh dalam posisi meringkuk.
Wadah tersebut kemudian ditutup dengan penutup berbentuk segitiga. Kubur batu tersebut kemudian disebut Waruga.
Secara etimologis, Waruga sendiri berasal dari dua kata 'waru' yang berarti 'rumah' dan 'ruga' yang berarti 'badan'.
Jadi, secara harfiah waruga berarti 'rumah tempat badan yang akan kembali ke surga'.
Saat jenazah dimasukkan ke dalam waruga, jenazah akan berada dalam posisi tumit yang bersentuhan dengan bokong, dan mulut seolah mencium lutut. Persis seperti posisi bayi dalam rahim.
Menurut keyakinan orang Minahasa, manusia mengawali kehidupan dengan posisi bayi dalam rahim, maka semestinya mengakhiri hidup juga dalam posisi yang sama.
Dalam bahasa setempat dikenal dengan istilah 'whom'. Tidak hanya itu, jenazah juga ditempatkan dalam posisi menghadap ke arah utara yang menandakan nenek moyang suku Minahasa yang berasal dari utara.
Taman Pemakaman Waruga setidaknya terdapat 143 Waruga, di mana Waruga tersebut dikelompokan berdasarkan ukuran di antaraya, Waruga berukuran kecil dengan tinggi antara 0-100 cm berjumlah 10 buah, Waruga berukuran sedang dengan tinggi antara 101-150 cm berjumlah 52 buah, dan Waruga berukuran besar dengan tinggi antara 151-250 cm berjumlah 81 buah.
Ketika masuk ke komplek taman, kamu akan melihat relief di kiri kanan. Relief tersebut menggambarkan bagaimana pembuatan hingga pemakaian Waruga. Meski ada ratusan Waruga, hanya 31 yang bisa diidentifikasi.
Berdasarkan sejumlah sumber, Waruga mulai digunakan oleh orang Minahasa pada abad ke-IX.
Namun, sekitar tahun 1860, kebiasaan mengubur dalam Waruga mulai dilarang oleh Belanda.
Alasanya adalah saat itu mulai berkembang wabah pes, tipus dan kolera. Alhasil muncul kekhawatiran apabila orang yang dikubur membawa penyakit, sehingga penyakit akan menyebar melalui rembesan dari celah kotak Waruga.
Dari tatanan Waruga, kamu bisa mengetahui status sosial masyarakat kala itu.
Hanya orang-orang yang mempunyai kelas sosial cukup tinggi yang dikubur dalam Waruga.
Dan itu ditandai lewat ukiran yang ada di penutupnya seperti motif wanita beranak menunjukkan yang dikubur adalah dukun beranak, gambar binatang menunjukkan yang dikubur dalam Waruga adalah pemburu.
Penutup yang diukir gambar beberapa orang menunjukkan yang dikubur adalah satu keluarga.
Jumlah orang yang dikubur dalam Waruga ditandai dengan ukiran berupa garis di samping penutup Waruga.
Sementara penutup yang polos kemungkinan merupakan Waruga tua di mana saat itu belum ada kebiasaan mengukir atau memahat penutup Waruga
Kini Taman Purbakala Waruga bisa kamu kunjungi saat berada di Sulawesi Utara. Kamu bisa berfoto dengan latar belakang kuburan megalitikum.