Titik Nadir Madrasah Negeri Ditengah Gempuran SDIT Depok

Ilustrasi madrasah negeri di Depok
Sumber :
  • Hidayatulloh.com

Siap – Keberadaan madrasah negeri di Kota Depok kian tak sebanding dengan menjamurnya jumlah sekolah Islam terpadu atau yang disebut SDIT dan SMPIT.

Chandra Bongkar Rapor Merah Petahana Depok dari PKS: Jangan Ngeles Lagi

Terbukti, sejak kota tersebut masih menyatu dengan Kabupaten Bogor, Depok sampai saat ini hanya memiliki satu madrasah negeri setingkat SLTP atau yang disebut Mts.

Lokasinya berada di kawasan Jalan Raya Kampung Sawah, Kelurahan Jatimulya Kecamatan Cilodong, Kota Depok.

Petahana Depok Klaim Siapkan Cara Atasi Macet Sawangan, Supian Suri: 20 Tahun Kemana Aja?

Gedung Mts negeri itu berdiri di sebidang tanah seluas 5.409 meter, dengan luas bangunan 3.148 meter, terdiri dari dua lantai.

Disitat dari laman Mtsn Kota Depok, madrasah itu berdiri melalui SK Menteri Agama No. 515A tertanggal 25 Nopember 1995.

Sindir Petahana Gegara Jumlah Kejahatan di Depok Terus Meningkat, Supian: Apakah Terus Dilanjutkan?

Kemudian, mulai menerima siswa baru pada bulan Juli 1996. Seiring berjalannya waktu, kebutuhan akan pendidikan berbasis Islam di Kota Depok pun semakin berkembang pesat.

Alih-alih menambah jumlah madrasah negeri, nyatanya Pemerintah Kota Depok justru mengizinkan sejumlah lahannya disewakan untuk sekolah Islam terpadu yang rata-rata adalah SDIT atau SMPIT.

Kabid Pengelolaan Aset pada Badan Keuangan Daerah Kota Depok, M. Dini Wizi Fadly pun tak menampik hal tersebut.

"Penyewaan lahan untuk sekolah itu kan sesuatu yang halal, ada dalam aturan barang milik daerah, dan itu kebanyakan givent (diberikan) yang sampai pada kita," katanya dikutip pada Selasa, 10 Oktober 2023.

"Artinya itu sudah lama dilakukan. Penyewaan di lapangan," sambung dia.

Baca Juga: Pemkot Depok Klaim Lahan Pembangunan Madrasah Negeri Sudah Siap, Ketua PC GP Ansor: Omong Kosong

Tapi, kata Fadly, ada beberapa lahan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang dulunya oleh pengembang untuk sarana pendidikan, dan itu dikembangkan untuk disewakan sebagai sarana sekolah swasta.

Ketika disinggung berapa total aset Pemkot Depok yang disulap menjadi sekolah swasta? Fadly mengaku tak tahu secara pasti.

Namun ia membantah jika disebut mencapai puluhan SDIT.

"Kurang lebih mungkin ada sekitar belasan. Rata-rata untuk SDIT paling banyak," katanya.

Lebih lanjut Fadly juga sempat menjawab soal kesiapan Pemerintah Kota Depok untuk menggarap pembangunan gedung madrasah negeri di tiap kecamatan.

Hanya saja, menurut dia itu ranahnya Kementerian Agama atau Kemenag.

"Sudah (siap bangun), tinggal kita diskusikan, rapatkan. Ya tinggal operasionalnya kan nggak di kita. Kita juga susah komentarin dapur orang lain. Kewenangan sekolah agama kan kewenangan di mereka (Kemenag)," jelasnya pada Jumat, 6 Oktober 2023.

Ketika dipertegas, apakah artinya Pemkot Depok memiliki lahan untuk membangun madrasah negeri? Fadly tak bisa menjamin.

"Kalau bicara itu (kesiapan lahan) nggak juga. Cuma kita kan ga usah bicara muluk-muluk dah, satu aja dulu tuh di bekas eks SD yang Sonokeling, Baktijaya, karena saya sudah nahan dulu itu supaya tidak dipakai untuk SMAN 15," ujarnya.

Menanggapi hal itu, Anggota DPRD, Ikravany Hilman menilai pernyataan tersebut sama saja mencoreng nama Wali Kota Depok, Mohammad Idris dan wakilnya, Imam Budi Hartono.

Sebab, mereka sempat berjanji untuk mendirikan madrasah negeri. Hal itu terlontar dalam janji kampanye beberapa tahun lalu.

"Itu pernyataan Fadly mencoreng muka Imam-Idris, karena kalau bukan kewenangan kota kenapa dijanjikan oleh Imam Idris sebagai calon wali kota dan wakil wali kota pada saat kampanye," katanya pada Jumat, 6 Oktober 2023.

"Itu kan artinya Fadly mau bilang bahwa Idris-Imam itu nggak ngerti aturannya, karena bukan kewenangan kota kok menjanjikan. Gitu kan," sambung dia.

Tapi sebetulnya, lanjut pria yang akrab disapa Ikra itu, nggak bisa begitu juga.

"Itu kan hak apologia Fadli aja, harusnya ya tunjukkan dong upaya pemerintah kota yang maksimum apa untuk melakukan lobi kepada Kementerian Agama?" tanya Ikra

"Toh pada akhirnya lahannya juga nggak ada," timpal dia lagi.

Politisi PDIP itu lantas menyinggung omongan Fadly yang meminta agar jangan terlalu muluk-muluk.

"Masa bilang jangan muluk-muluk satu aja dulu. Loh, janjinya satu madrasah setiap kecamatan, ada 11 kecamatan loh. Kok tiba-tiba jangan muluk-muluk satu saja dulu bekas lahan SD," ujar Ikra keheranan.

"Jadi kan memang sebetulnya nggak ada komitmen yang sungguh-sungguh untuk menjalankan janji itu, karena permintaan untuk pembelian lahan untuk sekolah saja ditolak oleh pemerintah kota," timpalnya lagi.

Menurut anggota DPRD Depok yang duduk di Komisi D tersebut, pemerintah kota lebih mendahulukan pembelian lahan-lahan untuk posyandu, bukan untuk sekolah.

"Posyandu penting memang, tapi selama peralatannya disiapkan posyandu masih bisa beroperasi di rumah-rumah warga. Tapi kalau untuk sekolah kan harus didahulukan, karena harganya semakin lama akan semakin tinggi kalau ditunda," jelas dia.

Perbandingan Biaya

Sebagai informasi, biaya yang harus dikeluarkan untuk dapat menikmati fasilitas di SDIT atau pun SMPIT rupanya bernilai fantastis.

Data yang dihimpun menyebut, rata-rata uang pangkal untuk bisa sekolah di SDIT ataupun SMPIT kisaran Rp 10 juta hingga Rp 40 juta-an per siswa. Itu dengan estimasi SPP sekira Rp 500 ribu hingga Rp 1,4 juta.

Hal ini tentu jauh berbeda dengan biaya madrasah negeri yang tak dipungut biaya alias gratis.

Disitat dari laman Kemenag.go.id, Direktur Pendidikan Madrasah M. Nur Kholis Setiawan bahkan melarang madrasah negeri untuk memungut biaya pendaftaran bagi siswa baru.

Larangan itu diberikan karena biaya pendaftaran sudah ada dalam komponen BOS sebagaimana diatur dalam Pedoman Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

“Di PPDB kita, pada saat madrasah melaksanakan pendaftaran siswa baru dilarang menarik dana dalam bentuk apapun karena di BOS ada komponen pembiayaan untuk itu,” katanya.