Nenek Hindun Dizalimi karena Pilih Ahok, Apakah Politisasi Agama Terulang Kembali di Pilpres 2024

Nenek hindun
Sumber :
  • Siap.Viva.co.id sumber. Istimewa

Siap –Sebuah tragedi menimpa keluarga Hindun bin Raisman, nenek berusia 78 tahun, yang kini menjadi korban ketidakadilan setelah memilih pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat pada Pilkada DKI putaran pertama. 

Golkar Akui Elektabilitas Ridwan Kamil di Jakarta Menurun Karena Faktor Berikut

Nenek yang tak bisa berjalan tersebut, sejak saat itu, dihadapkan pada cemoohan dan penolakan dari masyarakat sekitar.

Putri bungsu Hindun, Neneng, menyampaikan bahwa keluarganya, yang terdiri dari empat perempuan janda, mendapat perlakuan tidak adil dan dizalimi oleh warga sekitar.

Hasto Akui Nama Anies, Ahok, hingga Menteri Basuki Masuk Bursa PDIP untuk Pilgub Jakarta

 Bahkan, ketika hendak menyelenggarakan pemakaman ibunya, jenazah ditolak disalatkan di musala oleh ustaz Ahmad Syafii dengan alasan minimnya partisipasi warga.

Menurut Neneng, sejak Pilkada DKI, keluarganya dituduh sebagai pendukung penista agama karena Hindun memilih Ahok.

Sentil Kemunduran Demokrasi di Indonesia, Guru Besar UI Sebut Hukum Jadi Alat Politik Penguasa

Pencoblosan yang disaksikan petugas KPPS menjadi awal dari cemoohan dan pengucilan terhadap keluarga mereka. 

Ustaz Ahmad Syafii menjelaskan bahwa keputusannya mensalatkan jenazah di rumah karena tidak ada yang mau mengangkatnya ke musala, ditambah lagi kendala waktu dan kemacetan.

Meski Ustaz Ahmad Syafii menyatakan telah mensalati jenazah Hindun, keluarga merasa terzalimi dan terus mendapat perlakuan tidak adil dari masyarakat sekitar. 

Mereka disudutkan dan dianggap keluarga kafir hanya karena pilihan politik Hindun.

Keluarga Hindun juga mengalami pelecehan dan penghinaan secara online, termasuk anak Neneng yang masih play group yang diolok-olok sebagai anak keluarga kafir. 

Neneng mengecam perlakuan tidak manusiawi yang mereka terima dan menyoroti kesulitan mereka dalam mengurus surat-surat pemakaman ibunya.

Meskipun Ketua RT membantah kesulitan dalam pengurusan surat-surat, Neneng mengaku masih kesulitan hingga saat ini. 

Tragedi ini menyoroti bagaimana pilihan politik dapat membawa dampak besar terhadap kehidupan dan perlakuan sosial seseorang, meninggalkan bekas luka yang mendalam pada keluarga yang sudah merasakan kehilangan.