Ansor Kecam Pemerintah Kuningan atas Larangan Jalsah Salanah: Bentuk Arogansi terhadap Hak Beragama

Lembaga Bantuan Hukum Pemuda Ansor
Sumber :
  • Istimewa

Siap – Langkah kontroversial Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuningan, Jawa Barat, yang melarang pelaksanaan kegiatan Jalsah Salanah Jemaat Ahmadiyah, semakin menuai kritik tajam. Larangan tersebut termaktub dalam Surat Nomor 200.1.4.3/4697/BKBP, yang dikeluarkan pada 4 Desember 2024, dengan alasan untuk menjaga kondusivitas daerah.

Tepis Predikat Kota Intoleran, GP Ansor Depok: Banser Siap Terjun Amankan Nataru

Keputusan tersebut telah mengundang reaksi keras, termasuk dari Pengurus Pusat Lembaga Bantuan Hukum (PP LBH) GP Ansor, yang menilai bahwa tindakan ini adalah bentuk arogansi pemerintah yang bertentangan dengan konstitusi.

Jalsah Salanah, yang merupakan pertemuan tahunan Jemaat Ahmadiyah, bertujuan untuk mempererat silaturahmi, memperdalam keagamaan, dan meningkatkan kegiatan ibadah. Selama tiga hari, mulai dari Jumat hingga Ahad. Namun, Pemkab Kuningan, setelah mengadakan pertemuan dengan unsur Forkopimda, mengeluarkan keputusan untuk membatalkan kegiatan tersebut.

GP Ansor Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir di Sukabumi

Konstitusi Menjamin Kebebasan Beragama

Ketua PP LBH GP Ansor, Dendy Zuhairil Finsa, SH., MH., menyatakan bahwa larangan ini jelas melanggar hak kebebasan beragama yang dijamin oleh UUD 1945. Menurut Pasal 28E ayat (1), setiap orang berhak bebas memeluk agama dan berkeyakinan.

Rapatkan Barisan, Ansor Depok Gelar Silaturrahmi Lintas Generasi

Selain itu, Pasal 28E ayat (3) menegaskan bahwa setiap orang berhak berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

"Pemerintah harusnya melindungi hak-hak ini, bukan justru mengekangnya," kata Dendy kepada wartawan di Jakarta, Sabtu, 7 Desember 2024.

Dendy lebih lanjut mengingatkan Pemkab Kuningan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang didasarkan pada konstitusi, yang seharusnya menjadi pedoman dalam setiap kebijakan publik.

Tindakan melarang Jalsah Salanah bukan hanya tidak sesuai dengan prinsip dasar negara, tetapi juga menciptakan preseden buruk terhadap hak kebebasan beragama di Indonesia.

Arogansi Pemerintah yang Membahayakan Toleransi

Dendy mengecam keras keputusan Pemkab Kuningan yang dinilai tidak mengedepankan dialog atau pendekatan persuasif dalam menghadapi perbedaan.

“Pemerintah semestinya mengedepankan cara-cara yang lebih arif, bukan tindakan arogan yang justru dapat memicu ketegangan di masyarakat,” ungkapnya.

Menurutnya, kebijakan ini bukan hanya merugikan Jemaat Ahmadiyah, tetapi juga berpotensi merusak nilai-nilai toleransi yang selama ini dijaga di Indonesia.

Sebagai lembaga yang bergerak di bidang pembelaan hak-hak warga negara, LBH GP Ansor mendesak Pemkab Kuningan untuk segera mencabut larangan ini dan memberikan ruang bagi Jemaat Ahmadiyah untuk menjalankan kegiatan keagamaan mereka.

“Pemkab Kuningan harus segera bertindak adil dan menghormati hak setiap warga negara untuk beribadah dan berkumpul sesuai dengan keyakinannya,” kata Dendy.

Peran Kepolisian dalam Menjaga Keamanan dan Toleransi

LBH GP Ansor juga mengingatkan aparat kepolisian untuk berperan aktif dalam memberikan perlindungan kepada warga negara, terutama dalam memastikan pelaksanaan kebebasan beragama yang dilindungi oleh konstitusi. 

“Polisi harus menjadi garda terdepan dalam memberikan rasa aman, dan dalam situasi seperti ini, harus memastikan bahwa tidak ada ancaman terhadap warga negara yang sedang menjalankan hak-haknya,” tegas Dendy.

Lebih jauh lagi, aparat kepolisian diminta untuk menjaga netralitas dan menjadi contoh dalam memupuk sikap toleransi antar umat beragama.

“Indonesia kaya akan keragaman, dan tugas kita semua adalah saling menghormati dan menjaga kedamaian,” ujar Dendy.

Desakan untuk Tindakan Cepat

PP LBH GP Ansor menegaskan bahwa kebijakan Pemkab Kuningan ini harus segera ditinjau ulang. Tindakan melarang kegiatan Jalsah Salanah adalah langkah mundur dalam upaya menciptakan masyarakat yang rukun dan damai. Pemerintah harus menjadi pelindung bagi kebebasan beragama, bukan malah menjadi penghalang.

“Kebebasan beragama adalah hak asasi yang tak boleh dicabut. Jangan sampai keputusan sepihak ini merusak rasa aman dan saling menghormati antar warga negara. Pemerintah harus memastikan bahwa semua umat beragama dapat beribadah dengan damai dan tanpa hambatan,” tandasnya.