Sejarah Racun Tikus: dari Era Kuno hingga Teknologi Modern

Ilustrasi racun tikus
Sumber :
  • viva.co.id

Siap – Berdasarkan rentetan sejarah, racun tikus telah digunakan oleh manusia selama berabad-abad sebagai cara mengendalikan populasi tikus yang merusak tanaman, cadangan makanan, dan menyebarkan penyakit

Daftar 19 HP Android yang Kehilangan Akses WhatsApp Mulai 2025

Evolusi racun tikus mencerminkan perkembangan teknologi, ilmu kimia, dan kesadaran lingkungan.

Era Kuno

Dua Dekade Setelah Tsunami Aceh: Kemajuan Teknologi dan Upaya Pencegahan Bencana

Penggunaan racun tikus dimulai sejak zaman Mesir kuno dan Roma, di mana bubuk hemlock dan arsenik digunakan untuk membasmi tikus.

Di Cina kuno, racun alami seperti akar akonit juga dimanfaatkan untuk melindungi ladang padi dari hama tikus.

Rekam Jejak Rentetan Peristiwa 26 Desember: dari Tsunami Aceh hingga Runtuhnya Uni Soviet

Abad Pertengahan

Di Eropa, arsenik menjadi pilihan utama sebagai racun tikus karena efektivitasnya.

Namun, bahayanya bagi manusia dan hewan lain sering kali menyebabkan insiden keracunan tidak disengaja.

Revolusi Industri

Pada abad ke-18 dan 19, fosfor putih mulai digunakan sebagai racun tikus yang lebih efektif. 

Dengan urbanisasi dan ledakan populasi tikus di kota-kota besar, permintaan racun meningkat tajam.

Perkembangan ilmu kimia memungkinkan produksi racun tikus yang lebih spesifik dan mematikan.

Abad ke-20: Antikoagulan Generasi Pertama

Tahun 1940-an menjadi tonggak penting dalam sejarah racun tikus dengan diperkenalkannya warfarin, antikoagulan pertama yang bekerja dengan menghambat pembekuan darah pada tikus.

Racun ini dianggap lebih aman bagi manusia karena memiliki penawar berupa vitamin K.

Namun, efek racun ini terhadap hewan predator dan ekosistem mulai menimbulkan kekhawatiran di kalangan ilmuwan dan aktivis lingkungan.

Abad ke-21: Teknologi dan Kesadaran Lingkungan

Generasi kedua antikoagulan, seperti bromadiolone dan brodifacoum, diperkenalkan dengan efektivitas yang lebih tinggi. 

Namun, fokus mulai bergeser ke metode yang lebih ramah lingkungan, seperti perangkap tikus elektronik dan racun berbasis bioteknologi yang mengurangi kesuburan tikus.

Banyak negara juga mulai memberlakukan regulasi ketat terhadap penggunaan racun tikus untuk melindungi lingkungan dan mengurangi risiko keracunan tidak sengaja pada manusia dan hewan peliharaan.

Meski tetap menjadi alat utama dalam pengendalian populasi tikus, racun ini sering dikritik karena efek sampingnya pada ekosistem dan risiko resistansi tikus terhadap bahan kimia.

Saat ini, solusi berbasis teknologi dan perangkap mekanis semakin populer di kota-kota besar.

Sejarah racun tikus tidak hanya mencerminkan kemajuan teknologi tetapi juga tantangan moral dan lingkungan dalam mengelola hubungan manusia dengan hewan.