Bongkar Sengkarut Kasus Cabul Anggota DPRD Depok, JMS Sebut Negara Abai

- Istimewa
JMS memastikan, bahwa hingga hari ini, pertemuan pendahuluan belum dilakukan, bahkan kebutuhan fisik dan psikis korban tidak pernah diasesmen.
Padahal, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum membuka ruang agar korban dapat diperiksa melalui video konferensi apabila memiliki keterbatasan fisik atau psikis.
Namun, ketiadaan asesmen awal ini mengakibatkan belum adanya langkah dari aparat penegak hukum untuk memastikan apakah korban berhak atau memerlukan pemeriksaan jarak jauh.
"Yang lebih memprihatinkan, penanganan kasus ini juga diwarnai dengan saling lempar tanggung jawab antar lembaga," bunyi keterangan resmi JMS.
Organisasi itu juga menyebut, tidak ada kejelasan siapa yang memimpin pemenuhan hak-hak korban, terutama dalam melakukan evakuasi korban dari kediaman rumah pelaku yang krusial bagi keamanan dan pemulihan psikologis korban, telah menjadi hambatan serius.
"Situasi ini mencederai prinsip hukum acara dan merusak harapan akan keadilan substantif bagi korban, khususnya anak perempuan sebagai penyintas kekerasan seksual," timpal keterangan lanjut dalam rilis JMS.
Sikap protes juga diungkankan Tuani dari LBH Apik Jakarta.
Menurut dia, pengabaian terhadap hak-hak korban dalam kasus ini merupakan pelanggaran serius atas kewajiban hukum negara, tidak hanya dalam kerangka Hak Asasi Manusia (HAM) nasional, tetapi juga internasional.
Indonesia, melalui ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang disahkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984.