Pengamat Soroti Kebijakan Kementerian LHK tentang Perlink dan SLO

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Sumber :
  • Istimewa

"Kemudian pengusaha yang telah mendapatkan Pertek, baru bisa lanjut ke proses untuk mendapatkan Perlink dari Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan (PDLUK) yang berada di bawah Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Kementerian LHK, di sini saja butuh waktu sekitar enam bulan paling cepat," katanya.

Jadi, lanjut Hengki, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup dan PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran Perizinan Berusaha Berbasis Resiko serta Peraturan Menteri LHK Nomor 9 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha dan Persetujuan Pemerintah di Bidang Pengelolaan Limbah B3, ternyata malah membuat proses semakin panjang dan waktu semakin lama bagi pengusaha untuk memperoleh Perlink dan SLO agar industrinya bisa berjalan.

"Harus ada political will dari Menteri LHK agar proses perizinan di KLHK bisa berjalan sebagaimana yang diharapkan. Harus ada transparansi sistem online terpadu yang rinci agar perusahaan dapat mengetahui dokumennya menyangkut di mana, oleh siapa dan apa saja bagian dokumen yang harus diperbaiki. Saat ini, perusahaan melalui sistem online yang ada hanya tahu bahwa dokumen ada di direktorat teknis (untuk Pertek) ataupun di Direktorat PDLUK (untuk PerLing) tanpa tahu dokumen sudah sampai di meja siapa, berapa lama evaluasinya, dan kapan akan mendapatkan Persetujuan Lingkungan (PerLing)," katanya. 

Apalagi, lanjut Hengki, dokumen permohonan berbagai perusahaan makin lama kian menumpuk tanpa ada kepastian waktu, ditambah lagi staf pemeriksa dokumen jumlahnya sangat terbatas maka makin buruk citra kinerja Kementerian LHK.

"Sebaiknya, jika KLHK tidak siap dengan sistem kerja yang transparan dan akuntable, lebih baik kembali ke regulasi lama yang lebih pasti jangka waktu proses perijinannya karena hanya satu tahap, cukup direktorat teknis saja," katanya. 

Apalagi, imbuh Hengki, dengan regulasi baru yang berbasis risiko, hampir semua pengajuan amdal harus ke KLHK yang tadinya cukup di provinsi atau daerah saja, sehingga menambah pekerjaan staf PDLUK, sementara jumlah staf tidak bertambah dan tidak ada evaluasi kinerja PDLUK KLHK, sehingga proses mendapatkan Persetujuan Lingkungan di PDLUK sangat lama.

"Jika KLHK tetap ingin menggunakan regulasi baru, maka segera tetapkan batas waktu berapa lama setelah dokumen diterima lengkap terbit PerTek dan PerLing sehingga pengusaha mempunyai kepastian waktu," katanya.