Korban Penipuan Investasi Bodong Histeris di PN Depok: Sok Alim, Tukang Tipu!
- siap.viva.co.id
Siap – Sejumlah korban kasus penipuan investasi bodong mengangis histeris di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Jawa Barat pada Rabu, 31 Juli 2024.
Mereka tak kuasa menahan emosi ketika melihat langsung sosok pelaku yang diketahui bernama Dhatiyah.
"Sok alim, tukang tipu. Enggak akan berkah hidup lu. Gua sumpahin lu, tiap tetsan air mata kita," teriak korban sambil menangis saat melihat tersangka digiring menuju mobil tahanan Kejari Depok.
Sejumlah petugas sempat kewalahan menenangkan jerit histeris para korban. Beruntung tidak terjadi kericuhan saat sidang perdana tersebut digelar.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah warga Depok dan Bogor menjadi korban atas penipuan investasi berkedok garmen, kuliner dan alat usaha lainnya.
Adapun tersangka bernama Dhatiyah, wanita berusia 36 tahun. Korbannya diperkirakan mencapai puluhan orang.
Beberapa di antaranya mengalami kerugian yang cukup fantastis, bahkan sampai nyaris kehilangan rumah.
Mereka di antaranya, Sally Fadjlienhar rugi Rp 1,5 miliar, Anita Zulhian rugi Rp 1,5 miliar, kemudian Citra rugi Rp 500 juta, dan Ambar rugi sebesar Rp 2 miliar.
Salah satu korban, Sally mengungkapkan, kasus penipuan yang dialaminya bermula ketika ia dikenali pelaku oleh rekan kerjanya yang bernama Fajar pada tahun 2020 silam.
Kronologi Penipuan
Fajar sendiri tadinya adalah suami dari pelaku (Dhatiyah).
"Dia mengajak saya untuk investasi ke dalam perusahana istrinya. Pertama-tama saya ditawari untuk bantu Rp10 juta dengan janji profit 10 persen," katanya dikutip pada Jumat, 12 Juli 2024.
Setahun berjalan, pelaku kembai minta tambahan modal investasi sebesar Rp 110 juta, dengan dalih bisnisnya sedang mengalami kemajuan, sehingga butuh dana tambahan.
"Akhirnya dia merayu saya untuk masuk ke dalam pengurusan agar bisa bantu kredit. Waktu itu nama saya dipakai untuk pengajuan bank," ujar Sally warga Cimanggis Depok ini.
Tak cukup, pelaku kemudian meminta lagi modal yang lebih besar pada tahun 2021.
Sally yang saat itu masih percaya dan bahkan mengiyakan ketika sertifikat rumahnya yang berada di kawasan Cimanggis, Depok digadaikan ke bank sebesar Rp 600 juta.
Pelaku (Dhatiyah) mengklaim tengah membuka bisnis baru yang bergerak di bidang kuliner (resto). Sally percaya lantaran ia sempat dikirimi beberapa sample foto usaha tersebut.
"Nah akhir Desember 2021, saya dan dia datang ke BRI pencairan rumah Rp 600 juta. Kita pencairan Rp 500 juta diambil cash, pakai perjanjian kerjasama selama 1 tahun, sisanya di transfer," jelas Sally.
Kala itu, pelaku berjanji akan melunasi pinjaman setelah rumah mewahnya laku terjual dan mengklaim dengan tahap pencairan sebesar Rp 2 miliar.
Selama proses satu tahun tersebut, angsuran rumah Sally dibayar oleh pelaku. Di tahun 2022, rupanya Dhatiyah kembali minta top up sebesar Rp 300 juta.
"Nah wakatu itu saya nurut aja, dia bilang mau ada pencairan jumlah besar."
Tapi nyatanya, sejak saat itu cicilan untuk bayar kredit rumah mulai mandek. Sally juga tak lagi menerima profit yang dijanjikan. Anehnya, kata Sally, Dhatiyah dan keluarganya malah asyik umroh.
"BRI datang ke rumah karena enggak ada pembayaran selama tiga bulan di tahun 2023. Alasannya selalu nunggu pencairan jumlah besar, November dia masih minta transfer dana lagi, jadi nama saya masih dipakai untuk pinjaman bank. Itu nominalnya Rp 500 juta," katanya.
Sampai pada Desember 2023, Dhatiyah benar-benar tidak membayar sama sekali cicilan BRI.
"Akhirnya BRI ngasih peringatan kedua ke saya. Dia ngaku uangnya habis. Itu ngaku di Januari (2024) awal. Nah tiba-tiba di Januari akhir banyak yang nelepon saya nyari dia, ternyata kita semua kena tipu," tuturnya
Beberapa korbannya, sudah ada yang tertipu sejak tahun 2019. Tak tinggal diam, para korban ini pun akhirnya melaporkan kasus penipuan itu ke polisi.
Dhatiyah akhirnya ditangkap. Saat ini ia tengah menjalani pemeriksaan di Polres Metro Depok.
"Jadi dia itu selalu ngaku ke kami kalau kami adalah investor satu-satunya. Ternyata itu semua tipuan dia," kata korbannya lainnya, Anita.
Para korban kini hanya bisa berharap, kerugian yang mereka alami dapat dikembalikan dan pelaku mendapat hukuman yang setimpal atas perbuatannya.
Keresahan mereka bukan tanpa alasa, sebab rata-rata telah menggadaikan sertifikat rumah lantaran tergoda bujuk rayu pelaku.