Pelik 8 Tahun Kasus Vina Cirebon Disebut Karni Dapat Jadi Peradilan Sesat, Ini Fakta Kejanggalannya

Kasus Vina Cirebon Disebut Karni Ilyas Dapat Jadi Peradilan Sesat
Sumber :
  • istimewa

Siap – Kasus pembunuhan Vina Cirebon menjadi sorotan tajam dalam beberapa waktu belakangan. Sejumlah spekulasi mengemuka terhadap kasus tersebut dan menggugah kekhawatiran tentang integritas penegakan hukum.

Peran Linda di Kasus Vina Cirebon Akhirnya Terbongkar, Diduga Sebagai Otak Pelaku? Benarkah?

Kasus tragis ini kemabil menjadi perbincangan public setelah dirilisnya film dokumenter "Vina Cirebon" yang mengambil cerita dari latar belakang kasus pembunuhan Vina Cirebon tahun 2016 silam.

Reaksi publik pun terpecah dalam merespons kasus pembunuhan Vina dan Eky Cirebon ini. Karena blundernya keterangan para saksi, keterangan dari mantan pelaku yang kemudian memberi kesaksian bahwa dirinya tidak bersalah dan juga dari para pengacara yang juga berdebat di mana-mana.

Mengejutkan, Anak Indigo Bongkar Soal Linda Sahabat Vina, Dia Melihat dan Tau Siapa Pelakunya

Dikutip dari tayangan YouTube Indonesia Lawyers Club, kekhawatiran Karni Ilyas terhadap kasus Vina Cirebon yaitu peradilan sesat.

Dalam acara yang di pandunya tersebut Karni Ilyas membuka awal diskusinya tersebut dengan menyinggung kasus perampokan dan pembunuhan seseorang bernama Haji Sulaiman di Bekasi yang terjadi pada tahun 1980 lalu.

Ketika Marliyana Ditanya Soal Pegi Setiawan Cianjur, Begini Respon Sang Ibu, Ngaku Takut?

“yang Saya khawatir cuma satu kalau ini ternyata akhirnya memang tidak bersalah ini akan menjadi Catatan sejarah sebagai peradilan sesat yang terulang kembali di negara kita yang pertama pada tahun 1980.” Tutur Karni.

Karni mengungkapkan, bahwa dirinya orang pertama yang mengetahui kasus salah tangkap dua orang yang bernama Engkon dan Karta.

“saya wartawan pertama waktu itu yang menemukan engkon dan karta dua orang yang diponis penjara ada yang 7 tahun 13 tahun dua mereka berdua yaitu senkon dan Karta.” Jelasnya.

“kartanya 7 tahun Kalau enggak salah saya dan kedua-duanya merasa tidak bersalah dia dituduh merampok dan membunuh di Bekasi itu Haji Sulaiman namanya tapi tetap aja oleh pengadilan dipodis bersalah dan dipenjarakan di Cipinang.” Timpalnya.

Lebih lanjut Karni mempersilahkan, pengacara Saka Tatal dan Sudirman eks terpidana kasus Vina Cirebon Titin Prialianti untuk menjelaskan soal kasus Vina Cirebon.

Titin Prialianti mengungkapkan sederet kejanggalan dari kasus pembunuhan Vina Cirebon, ketika dirinya menjadi pengacara Saka Tatal.

Adapun Titin mengatakan, ketika pada saat terjadi penangkapan pada 31 Agustus 2016 lalu, ketujuh tersangka yang ditangkap orang tuanya datang menemui dia.

"Itu saya bergabung dengan pengacara doktor J Samsudin, karena kenapa mereka datang karena rumahnya berdekatan dengan pengacara senior," ungkapnya.

Dikarenakan telah berkumpulnya para orang tua ketujuh tersangka di Polres Cirebon, Titin pun mendatangi Polres Cirebon dengan membawa surat kuasa.

"Jadi waktu itu memang saya dekat dengan jajaran kepolisian, saya orang media, pos liputan saya kehakiman, kejaksaan dan kepolisian. Itulah sebabnya saya bisa menyimpan surat kuasa itu." Sambungnya.

Semua ditandatangani oleh tujuh orang itu tanpa bertemu dengan Titin. Lalu, tiba-tiba beredar foto-foto mereka dalam kondisi lebam-lebam. 

"Kita enggak ngerti siapa yang menyebarkan foto itu, tetapi foto itu beredar di media sosial, pada akhirnya orang tua karena khawatir pada tanggal 6 dan tanggal 7 saya datang ke Polda Jabar karena informasinya semua sudah dibawa ke Polda Jabar," jelasnya.  

Pada 7 September 2016, Titin lapor ke Propam Polda Jabar dengan membawa bukti penganiayaan, mereka (orang tua) menganggapnya ini anak-anak dianiaya. 

"Saya melaporkan ke Propam Polda Jabar tanggal 7 September 2016. Jadi 31 Agustus 2016 saya karena belum ketemu, sampai tanggal 7 September 2016, saya lapor ke Propam Polda Jabar karena sampai tanggal 13 September 2016 saya belum ketemu juga," ujarnya.

Titin mengatakan, bahwa dirinya juga sudah sempat melapor ke Komnas Ham 13 September 2016, dengan membawa nama tujuh orang yang tertangkap itu. 

"Kemudian belakangan saya tahu, sudah agak lama ternyata setelah saya warawiri bawa nama tujuh yang ditangkap itu, ternyata kuasa saya juga tiba-tiba berpindah tangan, saya enggak ngerti kenapa pencabutannya tiba-tiba yang lima itu tidak berada di kuasa saya, tinggal Saka Tatal dan Sudirman."

Fakta Persidangan Kasus Vina Cirebon

Titin mengungkapkan, dalam persidangan ini, Saka Tatal masih berusia 15 tahun, sehingga masih dikategorikan anak-anak. 

"Pada persidangan saat terjadi persidangan, di situ saksi yang merupakan ayah korban di muka persidangan menyatakan, dia mendapat informasi pada tanggal 27 Agustus 2016, sekitar pukul 20:30 mendapatkan informasi dari anggota polisi kalau anaknya berada di rumah sakit karena kecelakaan. 

Kemudian pada 29 agustus 2016, ayah korban, melihat kondisi motor di Polsek Talun, namun motor yang ditunggangi Vina Cirebon dan kekasihnya, Eky tidak terlalu rusak. 

"Dalam persidangan saksi menyatakan, saya punya naluri anak saya bukan meninggal karena kecelakaan tetapi pembunuhan, buktinya kan prosesnya masuk persidangan," kata dia. 

"Waktu itu saya bertanya kenapa bapak punya pemikiran kok anak bapak dibunuh bukan kecelakaan? Waktu itu saksinya menjawab karena satu bulan sebelumnya anak saya pernah berkonflik dengan temannya," sambung Titin. 

Sayangnya, saat itu Titin tidak mengejar pertanyaan selanjutnya terkait konflik itu dengan siapa. 

Karena kecurigaan itu, dituturkan saksi di dalam persidangan bahwa dirinya menelusuri jalan 500 meter ke kanan 500 meter ke kiri di lokasi temuan jasad Vina Cirebon dan Eky. 

Lalu 500 meter ke kiri hingga bertemulah di perempatan Jalan Perjuangan. 

"Begitu yang dituturkan saksi di persidangan, di situ dia ketemu sama Dede dan Aep (saksi)." 

Lalu dalam persidangan diperlihatkan foto motor korban. Apakah pernah melihat motor itu dikejar atau terjadi keributan? 

"Waktu itu Aep menyatakan pernah, Apakah tahu pelakunya? Tahu biasanya berkumpul di sini. Aep menyatakan seperti itu. Itu ketemu Aep tanggal 31 Agustus 2016 pukul 14:25 siang."

Siapa Aep dan Dede

Pada 31 Agustus 2016, sekira pukul 17:00 atau 3 jam setelahnya, Aep menelepon dan menyatakan kalau orang yang dicari itu sekarang sedang berkumpul di depan SMP 11.  

"Saksi (ayah Eky, korban) menyatakan di persidangan, pada saat itu juga saya bersama anggota saya menangkap anak-anak yang sedang berkumpul di situ," ujar Titin. 

"Waktu itu hakim sempat menanyakan, apakah ketika melakukan penangkapan menggunakan surat penangkapan? Tidak hanya komunikasi lisan begitu keterangan kesaksian ayah korban di muka persidangan," kata Titin lagi mengingat fakta persidangan saat itu.  

Namun yang jadi persoalan, lanjut Titin, Aep dan Dede itu tidak pernah dihadirkan dalam persidangan. 

"Saya sudah berulang kali meminta kalau dalam catatan permintaan saya empat kali meminta kepada majelis hakim agar jaksa menghadirkan Aep dan Dede. Cuman saat itu jawabannya tidak bisa ditemukan alamatnya, tidak bisa diketahui orangnya ada dimana," jelasnya. 

Mendengar hal itu, Titin pun akhirnya hanya bisa pasrah. 

"Karena kekuatan kita berbeda dengan kekuatan kepolisian, kekuatan kejaksaan, kekuatan kehakimanan. Kalau institusi yang begitu besar aja tidak bisa mencari apalagi saya," ucap Titin.

Ditusuk Samurai

Kemudian, di persidangan ternyata tuntutan sebab kematian korban karena luka tusukan di dada dan di perut dengan mempergunakan samurai pendek dan samurai panjang. 

Samurai pendek ditusuk di dada bagian kiri, sedangkan samurai panjang sama pendeknya di perut yang menyebabkan kematian Eky, itu bunyi tuntutan. 

"Tetapi hasil visum, hasil otopsi kematiannya karena retakan tulang tengkorak belakang." 

Saat itu, baju yang dikenakan oleh korban (Eky) berwarna hitam dan sudah dikubur. Itu diperlihatkan di muka sidang. Anehnya, baju itu tidak berlubang di dada dan perut. 

"Itu berulang kali saya tanya kepada dokter Rahma, karena waktu itu semua dokter yang melakukan visum dan otopsi dihadirkan, saya berulang-ulang kali, apakah betul baju itu yang ibu lihat pertama kali ketika menerima jenazah korban? Berulang kali saya tanya karena untuk memastikan, dijawab iya betul."

Titin mengungkapkan, waktu itu saksi menyatakan sampai ke mereknya, itu salah satu kejanggalan yang terjadi.