Sengkarut di Balik Megahnya Proyek Tol Desari, Eks Kepala BPN Depok Dipolisikan
- Istimewa
Siap – Mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, Almaini ikut terseret dalam dugaan penipuan di balik uang ganti rugi proyek Tol Desari. Adapun kasus ini dilaporkan oleh Husen Sanjaya ke Mabes Polri.
Warga Gandul, Cinere Depok itu terpaksa menyeret persoalan ini ke ranah hukum lantaran sebagai ahli waris H. Naman dan Sainah, dirinya belum mendapat hak atas ganti rugi pembebasan lahan Tol Desari sejak beberapa tahun silam.
Padahal, kata Husen, dirinya sempat menerima laporan bahwa uang ganti rugi telah dititipkan ke Pengadilan Negeri Depok pada Desember 2017.
Namun anehnya, uang tersebut diduga malah diserahkan sepenuhnya kepada PT Megapolitan dengan jumlah mencapai ratusan miliar rupiah.
Padahal, Husen memastikan, dalam nilai tersebut ada bagian hak warisnya, dengan luas lahan sekira 5.000 M2 di wilayah Limo, Depok.
"Saya mendapatkan laporan dan bukti sebanyak tujuh cek tunai pencairan Bank BTN diinformasikan jika uang konsinyasi Tol Desari sudah dicairkan sekira tanggal 18 Desember 2017 dengan penerima cek tunai tersebut diduga PT Megapolitan," katanya dikutip pada Kamis, 21 Maret 2024.
"Seharusnya penyerahan uang ganti kerugian dilakukan atas dasar putusan hukum inkrah atau hasil musyawarah mufakat. Makanya tidak mengherankan jika beberapa institusi pengambilan uang konsinyasi tersebut menyalahi aturan dan cacat hukum," sambungnya.
Kemudian, pada awal tahun 2018, pegawai BPN Depok memberikan informasi dan bukti jika pencairan konsinyasi tersebut diduga direkomendasikan oleh Almaini, yang saat itu menjabat sebagai Kepala BPN Depok.
"Lalu kami melakuan aksi protes besar di kantor BPN dan dijawab sejelas-jelasnya melalui surat Kepala BPN Depok yang baru atas nama Sutanta, bahwa pihaknya belum pernah mengeluarkan surat pengantar apapun terkait pencairan uang konsinyasi Tol Desari."
Belum puas, Husen lantas melakukan pengecekan dokumen kepemilikan Girik Girik C 675A atas nama RM Sunaryo Pranoto. Ia menduga itu palsu.
"Karena orang tua kami ternyata tidak pernah menjual tanah kepada RM Sunaryo Pranoto atau Megapolitan, dan tanda tangan dari orang tua kami berbeda dari aslinya," beber Husen.
"Sehingga kami baru menyadari RM Sunaryo Pranoto diduga telah memalsukan tanda tangan orang tua kami," sambungnya.
Kemudian, pada Oktober 2023, Husen mengaku sempat mendapatkan informasi bahwa masih terdapat sisa konsinyasi senilai Rp17 miliar.
Bahkan, ia mengaku sempat diiming-imingi oleh pejabat BPN Depok dengan syarat tidak melakukan upaya hukum maupun protes.
"Saya diiming-imingi, jika saya diam dan tidak melakukan apapun akan diberikan sejumlah uang. Atas kejadian tersebut saya dan keluarga sangat dirugikan secara materil dan imateril, sehingga kami melakukan pelaporan di Mabes Polri untuk mendapatkan keadilan untuk saya dan keluarga," tegasnya.
Husen mengatakan, salah satunya yang ia laporkan dalam kasus ini adalah Direktur PT Megapolitan, Lora Melani Lowas Barak Rimba.
Kemudian, dia juga melaporkan sejumlah nama yang diduga ikut andil membuat carut marut permasalahan tanah ini, di antaranya Sunaryo Pranoto, Almaini mantan Kepala BPN Depok, dan M. Reza yang saat itu menjabat sebagai Lurah Krukut.
Menurut Husen, Reza selaku lurah saat itu diduga telah membuat dua surat kepemilikan tanah tanah yakni kepada Sunaryo Pranoto dan PT Megapolitan.
"Padahal ada tanah milik almarhum Naman dan Sainah yang diklaim oleh keduanya," kata Husen.
Dirinya mengancam, bakal ada banyak pihak yang akan terseret dalam kasus dugaan tindak pidana pemalsuan surat, penggelapan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Saat ini kasus tersebut tengah dalam penyelidikan Mabes Polri dengan Nomor SP.Lidik/743/II/RES.1.9/2024/Dittipidum tanggal 5 Februari 2024.