Rahasia Kelam Pilgub 2017, Bagaimana Politisasi Agama Jadi Senjata Ampuh untuk Menangkan Anies
- Siap.Viva.co.id sumber. Istimewa
Siap –Dua dekade setelah tragedi 11 September 2001, tema radikalisme memicu kampanye untuk menyudutkan umat Islam.
Namun, belakangan, fokus beralih pada kampanye "politisasi agama" di Indonesia, dengan Islam sebagai sasaran utama.
Meskipun terstruktur rapi, perlu dipahami bahwa politisasi agama dalam sejarah Islam adalah hal lazim.
Al-Quran dan hadis menandai Islam sebagai agama politik. Rasulullah Muhammad dan para khalifah menempatkan Islam sebagai panduan politik.
Sebagai contoh, dalam Perjanjian Hudaibiyah, Rasul menunjukkan kebijaksanaan politiknya, menandatangani kesepakatan meskipun disarankan untuk tidak mencantumkan jabatannya.
Sejarah juga mencatat politisasi agama pada era kemerdekaan Indonesia, di mana "Allahu Akbar" menjadi lambang perlawanan politis.
Meskipun terjadi penolakan terhadap politisasi agama, seperti yang diutarakan oleh Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI) Islah Bahrawi, perjuangan untuk memahami konteks dan sejarah tetap relevan.
Meski Islah Bahrawi menghadapi kritik dan resistensi, ia terus konsisten melawan politisasi agama, menyadari risiko yang dihadapinya.
Dalam pandangannya, perlawanan tersebut bukanlah untuk kepentingan tertentu, melainkan semata-mata untuk Islam, Pancasila, dan NKRI.
Seiring dengan mendekatnya Pemilu, perdebatan seputar politisasi agama semakin memanas.
Meskipun Islah Bahrawi menyadari bahwa tidak semua orang akan mendengarkan pandangannya, ia bertekad untuk terus memperjuangkan nilai-nilai yang diyakininya tanpa beban dan tanpa agenda politik selain cinta pada Islam, Pancasila, dan NKRI.