Pembantaian Mengerikan Etnis Tionghoa, Akhirnya Pindah dari Batavia ke Buitenzorg

Jalan Surya Kencana, Bogor, pada masa pemerintahan Hindia-Belanda.
Sumber :
  • kitlv,nl

Siap – Berawal dari peristiwa perang yang terjadi pada tahun 1740 Masehi, antara Pemerintahan Hindia-Belanda di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Valckenier melawan Etnis Tionghoa di Batavia.

Suparna Sastra Diredja, Tokoh Buruh Kiri yang Rindu Indonesia

Akhirnya, orang-orang Tionghoa di tempatkan di Lapangan Glodok dan beberapa tempat lainnya seperti Tangerang dan Bogor.

Perang tersebut berlangsung selama satu pekan yang di mana menewaskan lebih kurang 5 sampai 10.000 orang Tionghoa.

Menguak Arti Kata Mudik: dari Bahasa Jawa hingga Zaman Batavia

Dari peristiwa itulah, kemudian beberapa masyarakat Tionghoa mulai beralih ke Buitenzorg (yang sekarang Bogor) guna bertahan hidup.

Dengan memanfaatkan lahan kosong, yang ketika itu masih menjadi hutan belantara, mereka mendirikan sebuah bangunan yang menjadi ciri khas dari etnis tersebut.

Fakta Pegunungan Jawa Destinasi Favorit Pelancong Masa Lampau, Salah Satunya Raja Siam

Nama bangunan itu adalah Hok Tek Bio yang sekarang berubah menjadi Vihara Dhanagun.

Menurut penjelasan Ayung selaku pengelola Vihara Dhanagun yang sudah 15 tahun menjadi pengurus di Vihara tersebut, setelah mengungsi dari Batavia, lalu mereka (masyarakat Tionghoa) mulai mendirikan Hok Tek Bio (kelenteng) pada tahun 1746 Masehi.

Perekonomian dan kesejahteraan etnis Tionghoa pun perlahan membaik.

Dalam hal ini, kata Ayung, tentu ada peranan masyarakat lokal yang begitu ramah menerima kehadiran mereka.

"Dari dulu, di sini kami hidup berdampingan. Tradisi yang dijaga dari dulu bisa dilihat ketika perayaan Cap Go Meh. Justru 70 persen dari panitianya adalah masyarakat asli sini," kata Ayung dengan logat Tiongkok agak kesundaan di Vihara Dhanagun Jalan Surya Kencana, Bogor, beberapa waktu lalu.

Ayung mengatakan, generasi pertama Tionghoa sangat menjaga hubungan baik dengan masyarakat asli sehingga dari situlah asimilasi budaya bahkan kawin silang antara Tionghoa dengan masyarakat lokal marak terjadi.

"Kalau masalah budaya, melebur menjadi satu. Perkawinan budaya dan juga pernikahan antara Tionghoa dengan masyarakat lokal. Dan untuk masalah agama, dari dulu tidak ada masalah. Kenyataan, tetap rukun hingga tua," katanya.

Selain membaur dalam kerukunan, orang-orang Tionghoa yang pada dasarnya memang datang untuk berdagang, lambat laun memberdayakan masyarakat sekitar.

Dengan mengandalkan tenaga masyarakat lokal, orang-orang Tionghoa kemudian merekrut mereka sebagai pekerja ditempat usaha yang didirikan orang Tionghoa.

"Keakraban semakin erat ketika masyarakat juga diajak untuk bekerja. Itulah juga yang menyebabkan etnis Tionghoa semakin nyaman berada di Bogor. Sekarang, bisa kamu lihat di jalan ini. Begitu damai dengan keanekaragaman yang ada," tandasnya.