Mengenal Ulama Banten Sekaligus Jenderal Bintang Satu

KH Syam'un (dua dari kanan) bersama para pejuang Banten.
Sumber :
  • pontirtainfo.blogspot.com

Siap – Bagi masyarakat Banten, KH Syam'un bukan sekadar ulama biasa. Ia juga dikenal sebagai pejuang di masa revolusi.

Ulama Sepuh NU Sebut Menafikan Nasab Habaib Bukan Ajaran Ulama Terdahulu

Nasaruddin Umar dalam Rethinking Pesantren mengungkapkan, lelaki kelahiran 5 April 1894 tersebut merupakan anak dari pasangan H Alwiyan dan Hj Hajar. KH Syam'un lahir di Kampung Beji, Desa Bojonegara, Kecamatan Bojonegara, Kawedanan, Cilegon, Serang.

Sejak berusia 4 tahun, KH Syam'un dikirim orang tuanya menimba ilmu di Pesantren Delingseng, Cilegon (1898-1900).

Tegas! Habib Luthfi Respons Polemik Nasab Habaib, Begini Katanya

Di bawah asuhan KH Sa'i, ia mulai mengenal prinsip-prinsip dan dasar-dasar agama.

Pada 1901 sampai 1904, KH Syam'un melanjutkan pendidikan di Pesantren Kamasan di bawah didikan KH Jasim.

Polemik Nasab Terus Bergulir, Tiga Ulama Besar Ini Takzim pada Habaib

Ketika berusia 11 tahun, ia pun meneruskan pendidikan ke Mekkah selama lima tahun (1905-1910).

Semangat KH Syam'un untuk menimba ilmu tidak berhenti sampai di Mekkah saja. Pada 1910 sampai 1915, ia menempuh pendidikan akademisnya di Universitas Al Azhar Kairo, Mesir.

Pada 1916, ia pun memutuskan untuk kembali ke tanah air, dan mendirikan Pesantren Citangkil.

Sembilan tahun kemudian, KH Syam'un melakukan modernisasi pendidikan serta membangun Madrasah Al Khairiyah.

Ia juga mendirikan Koperasi Boemi Poetra, Organisasi Kebangkitan Pemuda Islam, dan sekolah ala Belanda bernama HIS Al Khairiyah.

Karier Militer

Matia Madjiah dalam bukunya berjudul Dokter Gerilya (1993) menyebutkan pada masa penjajahan Jepang, KH Syam'un pernah mendapat pendidikan militer dan bergabung bersama Pembela Tanah Air (Peta).

Berkat kegigihannya, ia kemudian diangkat menjadi daidanco (komandan batalion).

Di masa pergerakan tersebut, tulis Matia, KH Syam'un merupakan salah satu pejuang yang militan dan gigih dalam menentang Belanda.

"Maka tepatlah kalau beliau diberi kepercayaan untuk membentuk Barisan Keamanan Rakyat (BKR) Divisi I Banten dan Bogor, dan diangkat menjadi panglimanya," tulis Matia.

Pada 23 Mei 1946 Divisi I Banten diganti menjadi Brigade I Tirtayasa Divisi Siliwangi. KH Syam'un diangkat menjadi komandan berpangkat kolonel.

"Suatu keuntungan besar bagi perjuangan kemerdekaan di Banten karena memilliki seorang tokoh pejuang besar, yaitu KH Syam'un," katanya.

Selain gemilang dalam dunia militer, pada periode 1945-1949 KH Syam'un juga mendapat tugas menjadi Bupati Serang.

Meski menjabat sebagai bupati, peran perjuangan KH Syam'un tidak bisa dilepaskan begitu saja.

Pada 1948, saat meletus Agresi Militer Belanda II, ia bergerilya dari Gunung Karang, Pandeglang hingga Kampung Kamasan, Kecamatan Cinangka, Serang.

Di kampung itu pula KH Syam'un mengembuskan napas terakhir pada 1949 lantaran sakit ketika memimpin gerilya dari hutan sekitar Kamasan.

Saat meninggal, KH Syam'un berpangkat kolonel. Namun, karena jasanya begitu besar ia lantas mendapat kenaikan pangkat menjadi Brigadir Jenderal Anumerta.