Jaringan Masyarakat Sipil Desak Anggota DPRD Depok Cabul Dihukum Berat: Tegakkan Keadilan

Ilustrasi kasus cabul anggota DPRD Depok. Korbannya siswi SMP
Sumber :
  • Istimewa

Siap – Kasus dugaan pencabulan yang melibatkan oknum anggota DPRD Depok berinisial RK telah menyita perhatian publik. Korbannya merupakan siswi SMP

Astaga, Korban Cabul Eks Rektor UP Difitnah Ani Ani, Wamenaker Ngegas: Itu Kacau

Terkait hal itu, anggota Jaringan Masyarakat Sipil, Kekek Apriana DH ikut angkat bicara. 

Melalui keterangan tertulisnya, ia menekankan, bahwa anak-anak adalah masa depan bangsa dan merupakan kelompok paling rentan terhadap kekerasan dan eksploitasi. 

Pemilik Pabrik Kratom di Sungai Raya Dalam Bantah Aktifitasnya Sebabkan Pagar Roboh

"Dalam konteks kasus dugaan pencabulan anak oleh anggota DPRD Depok, saya mendukung upaya penegakan hukum yang berpihak pada perlindungan anak," tegasnya dikutip pada Selasa, 14 Januari 2025.

Kekek menyampaikan sejumlah argumen hukum terkait dugaan kasus cabul yang menjerat anggota DPRD Depok tersebut. Di antaranya: 

Geber Operasi Berantas Jaya, Polisi Incar Preman Berkedok Ormas di Depok

1. Perlindungan Anak sebagai Prioritas

Kekek menegaskan, anak berhak mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi. 

Sebab menurut dia, tindak pidana pencabulan anak tidak hanya merugikan fisik dan mental korban, tetapi juga berdampak jangka panjang pada perkembangan psikologis dan sosial mereka.

2. Kepentingan Terbaik bagi Anak

Dalam setiap proses hukum yang melibatkan anak, prinsip kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama. 

"Menghukum pelaku pencabulan adalah langkah penting untuk memberikan keadilan kepada korban, dan mencegah terulangnya tindakan serupa di masa depan," tegasnya.

3. Penyalahgunaan Kekuasaan oleh Pejabat Publik

Kekek menilai, pelaku yang merupakan anggota DPRD, Depok telah menyalahgunakan posisi dan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat. 

Sesuai Pasal 52 KUHP, penyalahgunaan jabatan untuk melakukan tindak pidana merupakan faktor pemberat hukuman.

4. Kewajiban Negara dan Restitusi bagi Korban Anak 

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak mengatur bahwa pelaku kejahatan seksual terhadap anak wajib memberikan restitusi kepada korban, termasuk biaya perawatan medis dan rehabilitasi psikologis.

5. Lingkungan Aman untuk Anak-Anak

Sebagai warga negara, ia juga menuntut lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan. 

Menurut dia, dihukumnya pelaku dengan hukuman maksimal akan menjadi preseden baik dan melindungi anak-anak lainnya di masa depan.

Terkait hal itu, Kekek juga berharap pengadilan dapat memberikan sanksi berat terhadap pelakunya. 

"Saya meminta pengadilan untuk menjatuhkan hukuman maksimal kepada pelaku, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," ujarnya. 

Kemudian, memberikan restitusi dan rehabilitasi untuk korban.

"Pelaku wajib membayar restitusi kepada korban dan menanggung biaya rehabilitasi medis dan psikologis untuk memastikan pemulihan korban," tuturnya.

Kekek juga berharap ada pesan tegas terhadap kejahatan seksual oleh pejabat publik.

"Putusan pengadilan diharapkan memberikan pesan kuat bahwa pelaku kekerasan seksual, terutama pejabat publik, akan mendapatkan hukuman berat untuk melindungi korban dan mencegah tindakan serupa di masa depan," tuturnya.

Lebih lanjut Kekek mengatakan, bahwa kasus ini merupakan ujian bagi sistem hukum di Indonesia untuk menunjukkan keberpihakan terhadap korban kekerasan seksual, khususnya anak. 

"Saya berharap agar keadilan ditegakkan secara penuh, termasuk memastikan korban mendapatkan hak restitusi dan pemulihan yang layak," katanya.

"Demikian amicus curiae (pendapat pihak ketiga) ini saya sampaikan. Semoga dapat menjadi pertimbangan dalam proses hukum yang sedang berlangsung," sambungnya.