Berkaca dari Sengketa Lahan BRW di Pantai Pandawa, Pengamat: Bisa Pidana

Ilustrasi sengketa lahan BRW di Pantai Pandawa
Sumber :
  • Istimewa

SiapSengketa lahan di Pantai Pandawa yang terafiliasi dengan PT Bali Ragawisata (BRW) bisa jadi pelajaran bagi masyarkat yang ingin terjun berinvestasi di sektor properti.

Lantas seperti apa persoalan di balik sengketa lahan tersebut? Berikut ulasannya.

Salah satu pemegang saham PT BRW, Saiman Ernawan menggugat perusahaan tersebut karena disinyalir menjual tanah aset perusahaan dengan cara dan harga yang tidak wajar. 

Adapun gugatan Saiman terhadap PT BRW terdaftar di sipp.pn-Denpasar.go.id.

"Benar bahwa gugatan tersebut sudah didaftarkan di PN Denpasar," kata kuasa hukum Saiman, Brian Manuel kepada media belum lama ini. 

Sebagai informasi, PT BRW, yang didudukkan sebagai tergugat I, telah menjual asetnya senilai Rp. 1,7 triliun.

Aset tersebut mencakup tanah di Bukit Pandawa yang dulunya merupakan bagian dari proyek Mandarin Oriental Hotel & Residence.

Kemudian proyek Cheval Blanc, proyek Swissotel Resort, proyek Waldorf Astoria, dan bidang tanah lainnya dengan total hampir seluas 70 Hektar.

Aset-aset tersebut dijual dengan harga murah yakni Rp 1,7 triliun. Jika dijual dengan harga tertinggi akan mendapatkan Rp 6,3 triliun.

Belakangan, Saiman menemukan bukti bahwa bahwa aset tersebut dijual Triono Juliarso Dawis ke perusahaan yang terafiliasi dengan Didi Dawis. 

Triono Dawis sendiri merupakan Direktur PT BRW dan putra dari Didi Dawis yang merupakan pemegang saham PT BRW.

Saiman juga menemukan fakta bahwa para pembeli aset tersebut, antara lain PT Harmoni Cakrawala Bali, PT Pandawa Bali Heritage.

PT Seaside Pandawa Villa, PT Peninsula Bukit Perkasa, PT Bali Indonesia Persada dan PT Panca Pandawa Indonesia, rupanya saling terafiliasi, termasuk dengan para pembeli tagihan (cessie) kreditur PT BRW.

Di antaranya Gallus Tigris Trigon VCC, Dennis Lim Ching-EE, PT Greenhill Prime Power, PT Alpha Prima Gemilang dan PT Inti Gemilang Indonesia.

Nah agar tak bernasib seperti Saiman dan para pembeli aset PT BRW, ada dua hal yang bisa jadi pelajaran calon investor yang ingin membeli tanah.

Pertama adalah, apakah para pemilik atau pemegang saham telah memberikan persetujuan dalam penjualan aset tanah ataupun rumah yang akan ditransaksikan. 

Persetujuan tentu bukan hanya pada aktivitas penjualannya saja, tetapi juga penetapan harga kesepakatan saat transaksi nantinya.

Pakar hukum properti, Rizal Siregar menjelaskan, proses transaksi jual beli aset properti dari badan usaha memang tidak sesederhana transaksi yang dilakukan dengan pihak perorangan.

Dalam transaksi jual beli aset properti baik itu tanah ataupun bangunan, sedikitnya ada 2 hal yang perlu diwaspadai.

"Pertama pembeli sah atau tidak? Kedua, ada problem di masalah internal perusahaan terkait sengketa aset atau tidak? Pembeli harus meminta klarifikasi dalam perjanjian jual beli (apakah seluruh pemegang saham menyetujui). Perjanjian ini sah dan mengikat," jelasnya.

Ia melanjutkan, bila ada salah satu pihak pemegang saham yang berkeberatan dengan transaksi jual beli aset properti tersebut, maka transaksi tersebut bisa dianggap tidak sah.

Bahkan pihak perusahaan selaku penjual baru bertanggungjawab terkait transaksi yang sudah terjadi.

Hal senada juga disampaikan pengamat hukum, Farid Rijadi.

"Jika tanah itu aset perusahaan maka biasanya diatur dalam anggaran dasar dan diputuskan dalam rups. Direktur tidak boleh memutuskan secara sepihak," kata dia.

Ia mengatakan bahwa jika bisa dibuktikan bahwa transaksi tanah itu dilakukan dengan tidak wajar, maka pihak yang dirugikan bisa mengajukan pembatalan ke pengadilan.

"Lebih jauh bisa mengajukan gugatan pidana," tegas dia.