Analisis Tajam Rocky Gerung: Surya Paloh di Istana, Dilema Kepentingan dan Watak Terbongkar!

Rocky Gerung
Sumber :
  • Istimewa

Siap –Pertemuan antara Presiden Jokowi dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh di Istana Negara pada Minggu, 18 Februari 2024, menjadi pusat perhatian yang tajam. 

Kereta Cepat Whoosh Mogok, Salah Jokowi?

Rocky Gerung, pengamat sosial politik, menghadirkan analisis mendalam terkait kedatangan Paloh ke Istana, menyoroti aspek kepentingan dan watak sebagai dua hal kunci yang memerlukan pemahaman mendalam.

Menurut Rocky, jika dilihat dari sisi kepentingan, Nasdem terus mencari akses kekuasaan pasca-Pilpres 2024.

Sentil Nama Jokowi, Pernyataan Hasto Viral Disambut Said Didu, PDIP Ikut Andil?

Namun, jika dilihat dari sisi watak, Rocky tidak yakin bahwa Surya Paloh akan meminta jabatan kepada Jokowi.

"Dalam urusan Pilpres 2024, Paloh memang telah mengambil langkah berbahaya, tetapi sosok seperti Surya Paloh sulit dibujuk atau ditundukkan oleh Jokowi," tegas Rocky seperti yang diungkapkannya dalam akun YouTube Rocky Gerung Official.

Supian Beberkan Momen Ketika Presiden Dicuekin Petahana Depok, Kok Bisa?

Rocky juga menilai bahwa pertemuan di Istana menunjukkan kecemasan Jokowi karena dinamika politik di masyarakat sipil terus berlanjut.

Meskipun hasil quick count mendukung Jokowi, Rocky meyakinkan bahwa Surya Paloh tetap sebagai "koboi" dan bukan sebagai pecundang.

"Surya Paloh datang ke situ tetap sebagai koboi, bukan sebagai pecundang," ungkap Rocky dengan tegas.

Baginya, isi pembicaraan pertemuan mungkin bervariasi, tetapi watak Paloh sejak awal telah menantang Jokowi.

"Intinya itu. Bahwa kemudian ada soal macam-macam itu ada dalam pertimbangan Bang Surya," tambahnya.

Rocky, yang mengaku mengenal sosok Paloh yang kritis dan menentang sejak zaman Orde Baru, menyoroti rekam jejak sebagai pengusaha dan penantang.

Dia yakin Paloh akan memilih rekam jejak sebagai penantang, karena menyadari masyarakat tidak mengizinkannya bermain mata dengan kekuasaan.

"Pandangan subyektif saya, pasti lebih kuat dari obyektif, pura-pura itu," kata Rocky mengakhiri analisisnya, menambahkan dimensi subyektivitas pada perspektifnya.