Djamin Ginting, Pejuang Karo yang Terus Dikenang
- Istimewa
Siap – eski lebarnya memang tidak seperti Jalan Gatot Subroto di Jakarta. Namun, Jalan Djamin Ginting merupakan salah satu jalan terpanjang yang ada di Indonesia. Jalan ini membentang hingga ratusan kilometer yang menghubungkan Medan dan Karo.
Nama jalan tersebut adalah bentuk penghormatan terhadap sosok pahlawan kelahiran Tigapanah, Karo, Sumatra Utara, Letjen TNI (Purn) Djamin Ginting. Pada masa revolusi, Djamin tak segan menenteng senjata dan bergerilya melawan penjajah. Hampir separuh hidupnya ia habiskan di dunia militer.
"Djamin Ginting diakui dan dielu-elukan warga Karo sebagai bapaknya orang Karo," ucap Derom Bangun, pengusaha sawit yang merupakan putra Karo seperti dilansir artikel Historia berjudul Djamin Ginting, Sang Loyalitas dari Utara Sumatra.
Pada masa penjajahan Jepang, Djamin bergabung dengan satuan militer, Giyugun yang diorganisir oleh opsir Jepang. Jepang memang sengaja mencari para pemuda pribumi untuk dijadikan tentara tambahan. Saat itu, Djamin Ginting menjadi komandan pasukan bentukan Jepang.
Tatkala masa penjajahan berakhir, pria yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2014 itu tak serta merta meninggalkan dunia militer. Ia bahkan terlibat banyak peperangan dengan penjajah Belanda yang masih ingin menguasai Sumatra dengan menjadi komandan batalyon TKR.
Sayangnya ketika menjabat sebagai wakil komandan Kodam II/Bukit Barisan, ia tak sependapat dengan Kolonel M. Simbolon yang memprotes pemerintah pusat melalui senjata. Saat itu, sebagian besar perwira daerah mendukung Kolonel M. Simbolon, begitu pun Djamin.
Namun, di tengah perjalanan, Djamin berbalik arah menentang gerakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Salah satu perwira Bukit Barisan, Tengku Nurdin dalam buku Bara Juang Nyala di Dada sempat kaget. Terlebih Djaminlah yang mengajaknya mendukung PRRI.
"Dialah yang terlebih dahulu memberi dukungan. Kami anak buah yang loyal tunduk pada putusannya," kata Tengku.
Dari sini karier militernya melesat. Ia menggantikan Simbolon sebagai panglima. Setelah masa pergolakan selesai, pada tahun 1962, Menteri Panglima Angkatan Darat Lentan Jenderal Ahmad Yani menariknya ke Jakarta. Djamin dipersiapkan untuk mengisi posisi asisten II bidang operasi dan latihan.
Namun, kariernya menjadi redup saat masuk pada masa Orde Baru. Djamin kurang begitu disukai oleh grupnya Soeharto. Bahkan posisinya sebagai staf umum AD digantikan oleh Soemitro. Ia kemudian mencoba masuk ke dunia politik menggunakan kendaraan partai Golongan Karya (Golkar) dan menjadi anggota DPR.
Pada tahun 1972, ia kemudian ditunjuk untuk menjadi Duta Besar Indonesia untuk Kanada. Sebenarnya ia kurang suka bekerja sebagai duta besar. Namun, itu adalah tugas yang harus ia jalankan. Tak lama tepatnya di tahun 1974, Djamin mengembuskan napas terakhirnya.