Ngeri! Zaman Daendels, Korupsi Dihukum Mati

Ilustrasi Daendels saat pantau pengerjaan Jalan Raya Pos.
Sumber :
  • Istimewa

SiapNapoleon Bonaparte memberi instruksi kepada Willem Daendels sebelum berangkat mengarungi blokade pasukan Inggris di laut lepas menuju Jawa.

Mayjen TNI Ali Ridho: Prajurit TNI Terlibat Narkoba akan Ditindak Tegas hingga Hukuman Mati

Pertama, mempertahankan Jawa dari serangan Inggris. Kedua, membenahi sistem administrasi pemerintahan warisan Vereenigde Oostindische Compagnie (Kongsi Dagang Hindia-Belanda/VOC).

Perintah kedua langsung dilaksanakan Daendels begitu tiba di Jawa saat melakukan kunjungan resmi perdana ke Semarang pada Juli 1808.

KPK Lelang Ruko Hasil Korupsi Eks Wakil Rektor UI di Depok, Segini Nilainya

Sang Marsekal mengumpulkan seluruh bupati lokal dan pejabat Eropa bertugas di wilayah Pantai Timur Laut Jawa dan Ujung Timur Jawa (Oosthoek), selain menitahkan kepada mereka beban anggaran pembangunan Jalur Cirebon-Surabaya sekaligus mengetahui segala permasalahan administrasi.

Daendels punya tugas berat mengelola keuangan pemerintah karena segala sumber daya tanah jajahan tak bisa dikirim akibat blokade Inggris.

Wakil Ketua KPK Akui Gagal Berantas Korupsi, Ini Sederet Pemicunya

Daendels harus melakukan penghematan di semua aspek administrasi dan rumah tangga pemerintah demi menjaga stabilitas ekonomi.

Saat memeriksa laporan keuangan, Daendels mulai mencium gelagat tak beres di daerah Pantai Timur Laut Jawa.

"Sehari setelah tiba di Semarang pada 11 Mei 1808, Daendels mengambil alih kekuasaan Gubernur Pantai Timur Laut Jawa Nicolas Engelhard," tulis Djoko Marihandono pada disertasi Sentralisme kekuasaan pemerintahan Herman Willem Daendels di Jawa 1808-1811: Penerapan instruksi Napoleon Bonaparte.

Daendels, lanjut Marihandono, beranggapan daerah Pantai Timur Laut Jawa lahannya sangat luas. Tetapi nilai pendapatannya kepada negara tidak sebanding, padahal setiap tahun diberikan subsidi sebesar 700 ribu ringgit.

Area tersebut hanya menyetor sedikit beras, kopi, gula, dan lada pasokan dari Susuhunan Surakarta.

"Daendels memutuskan menghapuskan jabatan Gubernur Jenderal Pantai Timur Laut Jawa sekaligus membubarkan Dewan Keamanan di Semarang," tulis Marihandono.

Marsekal Guntur mulai mengambil tindakan tegas terhadap penyalahgunaan wewenang dan indikasi korupsi di jajarannya.

Korupsi telah jadi momok bagi pejabat Hindia-Belanda. Sebagian besar gubernur jenderal, menurut sejarawan Charles Ralph Boxer pada Jan Kompeni, menjadi kaya setelah purnatugas, bahkan beberapa di antaranya mendadak jutawan dari hasil korupsi.

Praktik korupsi di tanah jajahan sebenarnya telah tercium sebelum Daendels berangkat menuju Jawa.

Napoleon Bonaparte selain memberi dua instruksi, ditambah lagi satu wewenang khusus membubarkan Pemerintahan Tinggi (Hooge Regering) di Batavia.

Kegiatan anggota Pemerintahan Tinggi dianggap tidak sesuai dengan tugas diemban, seperti direktur jenderal sebagai pemimpin tertinggi bagian keuangan menyelesaikan semua urusan keuangan koloni tanpa sepengetahuan gubernur jenderal.

Pembelian pemerintah koloni acapkali merugikan negara, sehingga pandangan direktur jenderal dalam setiap sidang Dewan Hindia diserang karena dianggap sering menerima keuntungan gelap.

Pelaku keuntungan gelap, penyelewengan jabatan, korupsi, dengan muara menimbulkan kerugian negara, lanjut Marihandono, akan beroleh hukuman berat di pengadilan, mulai hukuman denda, meletakan jabatan, sampai hukuman mati.

Praktik korupsi saat itu seolah menggerogoti semangat Daendels memperbaiki keuangan, mengisi kas negara di tengah kesulitan blokade Inggris, dan penghematan di segala lini.

Khusus hukuman mati, menurut Marihandono, diterapkan kepada pelaku korupsi jika diputuskan bersalah merugikan keuangan negara di atas 3.000 ringgit atau setara dengan gaji Raad van Indie (Dewan Hindia) selam sebulan.

Hukuman mati dilaksanakan dengan cara algojo menembak pelaku setelah dinyatakan bersalah di persidangan ditambah persetujuan gubernur jenderal.

Salah satu penerima hukuman mati menimpa Kolonel JPF Filz, seorang perwira paling dipercaya Sang Marsekal mempertahankan Maluku.

Meski begitu, Filz dibawa ke pengadilan karena tak mampu mempertahankan Maluku sehingga berhasil direbut Inggris.

Namun, ada pula anggapan Filz tak mampu mengelola kekayaan negara seperti rempah-rempah sehingga berpindah ke tangan Inggris.

Filz didakwa merugikan negara sehingga mahkamah militer menetapkan hukuman mati pada 10 juni 1810.

Kolonel asal Perancis pemimpin 1.500 pasukan di benteng Victoria, Maluku, tersebut mati setelah timah panas menembus tubuhnya.