Mengenal Tokoh yang Dijadikan Nama Bandara Halim Perdanakusuma

Halim Perdana Kusuma (kiri) bersama Jenderal Besar Sudirman (kanan).
Sumber :
  • Istimewa

Siap – Saat ini jutaan orang mungkin pernah mendengar namanya, apalagi karena dipakai sebagai nama Landasan Udara Utama TNI AU di Jakarta, Halim Perdanakusuma.

Mengenal KH Abdul Halim, Ulama Moderat asal Majalengka yang Dicinta Rakyat

Sayangnya, dari sebagian besar masyarakat Indonesia hanya segelintir yang tahu tentang sepak terjang dari salah satu pahlawan nasional ini.

Abdul Halim Perdanakusuma punya segudang pengalaman dalam peperangan.

Jelajah Hutan Tambrauw sambil Lihat Tank Perang Dunia II

Ia bahkan pernah ikut dalam Perang Dunia II di Eropa melawan tentara fasis yang dipimpin Adolf Hitler.

Dalam buku Bakti TNI Angkatan Udara, tercatat sudah 42 kali Halim terlibat di misi serangan udara di wilayah Jerman dan Perancis.

Mengenal Tokoh Muslim Tionghoa Pencomblang Sukarno-Fatmawati

Kala itu, Halim dijuluki The Black Mascot alias si Jimat Hitam, karena setiap pertempuran yang melibatkannya seluruh pesawat selalu kembali dalam keadaan selamat.

Pesawat yang ia kendalikan pada masa Perang Dunia II adalah Lancaster dan Liberator, dua jenis pesawat tempur yang sangat populer pada masanya.

Pendiam, Supel dan Cerdas

Halim adalah anak dari Raden Mohammad Siwa yang kemudian berganti nama menjadi Raden Haji Mohammad Bahauddin Wongsotaruno setelah pergi haji dan Raden Ayu Asyah, puteri Raden Ngabehi Notosubroto, Wedana Gresik Jawa Timur.

Saudara Halim sangat banyak. Ia adalah anak keempat dari sembilan bersaudara sekandung. Sementara, seluruh saudara lain ibu berjumlah 27 orang.

Halim mulai bersekolah Hollandsch Inlandsche School (HIS) tahun 1928 di Kota Sampang.

Saat itu, ia menamatkannya dengan lancar. Setelah lulus, ia melanjutkannya ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).

Halim juga pernah bersekolah di Middlebare Opleidingschool Voor Inlandsche Ambtenaren (MOSVIA), sekolah Pamong Praja di Magelang, yang kemudian membuatnya bisa bekerja sebagai calon mantri polisi di kantor Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.

Seperti dilansir situs pahlawancenter.com milik Kementerian Sosial RI, Halim adalah sosok yang pendiam.

Ia selalu serius dalam setiap obrolan, tapi cukup ramah dan suka bergaul.

Hobi Halim ada dua yakni melukis dan bermain biola. Karena hobinya itu pula di sekolahnya ia berhasil membentuk sebuah band.

Jadi Tentara Angkatan Laut

Pada tahun 1939, dimulailah Perang Dunia II. Tahun berikutnya Belanda diduduki pasukan Nazi Jerman.

Hal ini membuat hubungan Belanda dan Hindia Belanda terputus.

Peluang tersebut dimanfaatkan Jepang untuk mengambil alih kekuasaan atas tanah jajahan di Indonesia.

Belanda yang tetap ingin mempertahankan Hindia-Belanda membuka sedikit peluang bagi pemuda pribumi untuk ikut dalam pendidikan perwira Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

Saat itu, Halim ditunjuk Bupati Probolinggo untuk ikut pendidikan Angkatan Laut.

Setelah mengikuti beberapa tes, ia resmi menjadi tentara Angkatan Laut Hindia Belanda di Surabaya bagian torpedo.

Pada tahun 1942, pasukan Jepang datang ke Pulau Jawa. Angkatan Laut Hindia-Belanda berusaha melawan. Namun, sia-sia.

Kapal-kapal Hindia-Belanda porak poranda dihajar oleh persenjataan tentara Jepang, termasuk kapal torpedo, tempat Halim bertugas.

Kapal yang ditumpangi Halim diserang pesawat terbang Jepang di perairan Cilacap. Beruntung sebelum tenggelam, Halim terjun ke laut dan diselamatkan kapal perang Inggris.

Bersama mereka Halim pergi ke Australia lalu ke India.

Meski sudah bergabung dengan militer Inggris, pada masa perjalanan itu ia tetap berada di lingkungan Angkatan Laut.

Gegara Lukisan

Kegemarannya melukis masih dibawa hingga Halim di India.

Ia bahkan sempat melukis Laksamana Mountbatten, Panglima Armada Inggris di India.

Setelah jadi, lukisan tersebut Halim gantungkan di kamarnya.

Laksamana Mountbatten yang saat itu sedang melakukan inspeksi melihat lukisan dirinya yang akhirnya menjadikannya dekat dengan Halim.

Halim bahkan ditawari pendidikan militer di Inggris.

Halim setuju. Namun, minta dipindahkan ke bagian Angkatan Udara dan dikabulkan.

Halim akhirnya diterbangkan ke Gibraltar lalu ke London kemudian ke Kanada.

Di negara tersebut ia mendapat pelatihan Navigasi dari Angkatan Udara Kanada, Royal Canadian Air Force (RCAF).

Sejak itulah ia mengabdi sebagai tentara Angkatan Udara.

Kembali ke Indonesia

Perang Dunia II berakhir, kini saatnya Halim kembali ke tanah air. Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, Halim bisa pulang.

Ia ikut dengan kapal pasukan Inggris dan mendarat di Jakarta pada September.

Namun, pada era itu Indonesia memasuki masa Revolusi, yang membuatnya bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat Jawatan Penerbangan (kini disebut Angkatan Udara Republik Indonesia).

Di sana Halim menjadi Perwira Operasi dengan pangkat Komodor Moeda Oedara (KMO).

Tentara Keamanan Rakyat Jawatan Penerbangan adalah pasukan militer yang miskin. Tak banyak persenjataan, termasuk pesawat tempur.

Meski demikian pantang bagi mereka untuk mundur. Hal itu dibuktikan dengan pertempuran mereka di beberapa tempat melawan tentara Belanda.

Pada 14 Desember 1947, Halim ditugaskan membeli pesawat terbang multifungsi Avro Anson RI-003 di Thailand bersama Marsma Iswahyudi.

Namun, saat dalam perjalanan pulang, pesawat itu tiba-tiba jatuh.

Cuaca buruk di Tanjung Hantu, Semenanjung Malaya. Halim dan Iswahyudi akhirnya gugur.