Gunung Merapi dalam Khazanah Masyarakat Jawa

Potret ilustrasi pemandangan Gunung Merapi
Sumber :
  • Istimewa

Siap – Pada 5 November 2020 lalu, Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Kementerian ESDM, memperingatkan bahwa aktivitas kegempaan Gunung Merapi sedang meningkat.

Menjejak Sejarah Sumpah Pocong, Libatkan Dunia Mistis dan Makhluk Halus?

Kemudian melansir Antaranews, Ahad 8 November 2020, terjadi guguran di lereng Gunung Merapi sisi barat pukul 12.50 WIB.

Meskipun Merapi berulangkali menunjukkan kekuatannya, namun masyarakat di seputaran gunung ini masih setia memeluknya.

Air Terjun Blangsinga, Wisata Eksotis yang Menyihir Mata

Kedudukan Gunung Merapi dalam budaya masyarakat termasuk istimewa.

Masyarakat Jawa khususnya dalam lingkup budaya Yogyakarta melihat Merapi memiliki hubungan dengan penguasa Laut Selatan, Ratu Kidul.

Kuliner Khas Bali Ini Ternyata Warisan Kerajaan Majapahit

Kemudian Keraton Yogyakarta yang berada di antara gunung dan laut tersebut memainkan peran besar pada hubungan itu.

Secara periodik, keraton mengadakan Tradisi Labuhan di Gunung Merapi untuk menghormati penguasa Laut Selatan.

Dengan adanya keyakinan mistis dalam masyarakat, mereka yang tinggal di sekitar Merapi rela mengorbankan nyawa untuk “mengabdikan” diri ke gunung tersebut.

Karena itu, untuk menangani masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Merapi, tidak bisa hanya dengan penjelasan rasional saja, agar mereka mau mengungsi bila terjadi erupsi.

Penjelasan spiritual tradisional harus dilakukan, seperti yang pernah dilakukan Sri Sultan Hamengku Buwono X ketika Merapi Meletus dahsyat tahun 2010.

Dikutip laman inilah.com, ada hubungan yang tak terpisah antara Gunung Merapi di utara kemudian Keraton Yogyakarta di tengah dan Laut Selatan.

Merapi dan Laut Selatan dianggap menjadi pusat dari mikrokosmos atau jagat kecil berisikan makhluk tak kasat mata.

Kemudian makrokosmosnya adalah Keraton Yogyakarta yang memainkan keseimbangan di antara dua pusat mikrokosmos itu.

Area Keraton Yogyakarta berada di dalam garis yang menghubungkan antara Merapi dengan Laut Selatan.

Garis tersebut dimulai dari puncak Merapi kemudian bergerak ke selatan melalui Tugu, Jalan Malioboro, Alun-Alun Utara, Alun-Alun Selatan, Bantul, dan berakhir di Laut Selatan.

Di samping itu, masyarakat Jawa juga masih mengganggap gunung sebagai simbol tersendiri. 

Seperti dalam karya-karya seni, misalnya lukisan di dalam rumah, motif kain batik, ukiran-ukiran, sinetron Mak Lampir. 

Bila melihat Gunungan menjadi simbol utama dalam cerita pewayangan sebagai lambang kekuatan alam semesta.

Selain itu, Gunungan sering muncul dalam upacara tradisional Garebeg di Keraton Yogyakarta yang dibuat dari berbagai jenis makanan dan sayuran.

Pada saat Gunungan makanan itu disajikan, masyarakat “ngalap berkah” atau istilah untuk berebut makanan tersebut.

Tak hanya Gunungan perlambang kekuatan gunung itu, tradisi tumpeng pun merupakan salah satu simbol Jawa.