Kawasaran Minahasa: Filosofi dan Kehormatan dalam Baju Adat Suku Minahasa

Baju adat minahasa
Sumber :
  • Istimewa

SiapSulawesi Utara Menampilkan Kebhinekaan Suku Adat dan Laskar Manguni

Ketika Panglima Manguni Kembali Senggol Habib Bahar, Sindir Gaya Hedon!

Sulawesi Utara dikenal memiliki keragaman suku adat, di antaranya Masyarakat Minahasa

Mereka tidak hanya memiliki keberagaman budaya, tetapi juga memiliki ormas sendiri, Laskar Manguni, yang tersebar di seluruh Indonesia karena karakter perantau masyarakat Minahasa.

Keras! Panglima Manguni Andy Rompas Kembali Senggol Habib Bahar: Tidak Akan Selesai

Jejak Masyarakat Minahasa di Ibu Kota

Begitu banyak masyarakat Minahasa yang mencari peruntungan di Jakarta, dan yang menarik adalah keberadaan baju adat khusus suku Minahasa, dikenal sebagai Kawasaran Minahasa.

Bukan Cuma Habib Bahar, Panglima Manguni Andy Rompas Juga Senggol Anies Baswedan, Ini Sebabnya

Pada perayaan 17 Agustus 2023, Kaesang Pangarep dan Erina Gudono memukau dengan memakai baju adat ini dan meraih penghargaan busana terbaik.

Filosofi di Balik Kawasaran Minahasa

Baju adat ini, dengan sebutan "Kawasaran Minahasa," tidak hanya sebuah pakaian, tetapi juga memiliki makna dan filosofi mendalam.

 Ritual Mahsasau, tarian Kabasaran, dan tradisi Ksatria Minahasa semuanya terkait erat dengan pakaian ini. 

Erina Gudono menjelaskan bahwa bahan baju adat ini mengacu pada sustainable fashion dan tidak menggunakan materi hewan asli.

Peran Laskar Manguni dalam Melestarikan Budaya

Laskar Manguni, sebagai organisasi adat Minahasa, menjadi pelaku utama dalam melestarikan budaya ini. 

Dalam perayaan adat atau HUT, mereka mengenakan dengan bangga baju adat Minahasa Kawasaran, simbol perjuangan dan kehormatan. 

Meskipun dugaan keterlibatan dalam bentrokan di Kota Bitung, Laskar Manguni tetap memperjuangkan dan mengabdi kepada leluhurnya untuk tanah kelahirannya.

Senjata dalam Kawasaran Minahasa: Simbol Perlawanan

Penting untuk dicatat bahwa penggunaan senjata dalam tarian dan acara adat tidak hanya sekadar pemanis, melainkan simbol perlawanan.

 Sejak zaman penjajahan Belanda, ksatria Minahasa menggunakan beragam senjata seperti tombak, pedang, parang, dan perisai sebagai simbol perjuangan.

 Hari ini, senjata-senjata ini hanya digunakan sebagai simbol perlawanan para leluhur suku Minahasa.