Fakultas Hukum Universitas Pancasila Gelar Saresehan Nasional dan Lomba Debat Nasional

Fakultas Hukum Universitas Pancasila Gelar Saresehan Nasional
Sumber :
  • Istimewa

Siap – Prodi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Pancasila (FHUP) mengadakan Saresehan Nasional dan Lomba Debat Nasional dengan tema Gerak Pemaknaan Konstitusional Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Perwujudan Living Constitution).

Kegiatan ini diselenggarakan di Aula Nusantara, Fakultas Hukum, Universitas Pancasila, sebagai bentuk respon terhadap dinamika perkembangan ketatanegaraan di Indonesia dan upaya memperkuat kesadaran berkonstitusi di kalangan generasi muda.

Latar belakang kegiatan ini dilandaskan pada kehidupan berbangsa dan bernegara yang menunjukkan bahwa konstitusi memegang peranan yang sangat penting. Konstitusi bukan sekadar dokumen hukum, melainkan sebagai prinsip dasar yang mencerminkan tingkat peradaban suatu bangsa.

Seiring dengan berjalannya waktu, makna dan materi muatan konstitusi terus berkembang, mengikuti perubahan peradaban manusia dan kebutuhan bernegara. Sejak era reformasi 1998, UUD 1945 telah mengalami empat kali amendemen, yang membawa perubahan signifikan dalam tata kelola negara.

Masuki Usia Emas, Universitas Pancasila Makin Konsen di Kancah Internasional

Dalam konteks ini, konsep The Living Constitution, menjadi relevan karena selalu berkembang dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman tanpa perlu amendemen formal.

Implementasinya di Indonesia dapat dilihat dari pelaksanaan Sidang Tahunan MPR, Sidang bersama DPR dan DPD, sehingga memperbarui makna konstitusi sesuai kebutuhan kehidupan berbangsa.

Narasumber dalam kegiatan Sarasehan Nasional ini adalah Dr. H. Wahiduddin Adams, SH, MA yang membahas perkembangan konstitusi dalam konteks politik Indonesia, Prof. Dr. Ibnu Sina Chandranegara, SH, MH yang mengulas mengulas perubahan dan tantangan.

"Living Constitution.", Prof Dr. Fitra Arsil, SH, MH berbicara tentang interpretasi konstitusi oleh Mahkamah Konstitusi, Drs. Yana Indrawan, M.Si yang membahas keterlibatan masyarakat dalam pengembangan konstitusi, dan Dr. Ilham Hermawan, SH, MH - Praktisi hukum menyampaikan perspektif praktis mengenai penerapan "Living Constitution."


Dekan Fakultas Hukum UP, Prof Eddy Pratomo mengatakan, MPR memiliki kewenangan dalam mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 UUD 1945.

Polri Salut Universitas Pancasila Komit Cegah Narkoba di Lingkungan Kampus, Begini Strateginya

Oleh karena itu, dalam proses penafsiran atau interpretasi terhadap pasal-pasal yang bersifat kontroversial, peranan MPR menjadi sangat krusial.

Ia juga mengatakan di sisi lain, sejak perubahan UUD 1945 hingga saat ini telah terjadi perubahan UUD 1954 dalam bentuk penafsiran konstitusi melalui proses judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).

Perubahan makna-makna konstitusi tentunya menjadi perhatian di kalangan akademisi khususnya pakar hukum tatanegara di Indonesia.

 "MPR yang memiliki kewenangan besar ini, diharapkan ada mekanisme baru atau prosedur dan ekosistem baru MPR memiliki yudisial intepretation. Sehingga MK dapat backup secara langsung maupun tidak langsung. Apakah bisa MPR dilibatkan di dalam penafsiran dan pemaknaan beberapa pasal yang mungkin dipertentangkan dengan UU yang disahkan DPR dan pemerintah, " katanya.

Kehadiran para pakar, berujuan tujuannya untuk memperoleh perspektif yang lebih luas tentang bagaimana MPR dapat memberikan dukungan kepada Mahkamah Konstitusi.

Senggol Kemendikbud, Guru Besar UP Kuliti 3 Dosa Besar Pendidikan

"Pertanyaannya kemudian, bagaimana mekanisme yang tepat untuk menjalin komunikasi antara kedua lembaga negara ini? Hingga kini, belum ada aturan yang mengatur bentuk kerja sama antara MPR dan MK.

Padahal, dengan kekuatan politik yang dimilikinya, MPR, yang terdiri dari anggota DPR dan DPD, memiliki potensi besar untuk memberikan masukan yang berharga bagi MK, tidak hanya dalam hal pelantikan dan pemberhentian presiden," ujarnya.

Plt. Sekretaris Jenderal MPR RI, Siti Fauziah menambahkan, acara ini memiliki arti penting bagi MPR dalam upaya mewujudkan konstitusi yang hidup di tengah masyarakat. Perubahan ini menunjukkan bahwa UUD 1945 adalah Konstitusi yang hidup bagi perkembangan bangsa Indonesia.

Halaman Selanjutnya
img_title