Eks Pengacara Bharada E Singgung Putusan MK soal Gibran: Lucu, di Luar Logika!
- siap.viva.co.id
Siap – Putusan Mahkamah Kontitusi atau MK, soal ambang batas usia capres cawapres minimal 40, kecuali untuk yang pernah menjabat kepala daerah, telah menyita perhatian publik.
Banyak yang menganggap, kebijakan itu untuk memuluskan langkah putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai kandidat bakal cawapres Prabowo.
Nah terkait hal itu, mantan pengacara Bharada E, Deolipa Yumara ikut angkat bicara. Menurut dia, putusan MK ini di luar pakem konstruktif.
"Artinya putusan ini kemudian bisa menimbulkan pecah belah, atau pro kontra," katanya pada siap.viva.co.id dikutip Senin, 23 Oktober 2023.
Deolipa menduga, putusan tersebut secara konsiden atau secara kebetulan berkaitan dengan urusan siapa yang mau jadi cawapres. Apalagi waktu pemilihan atau penetapan kandidat sudah semakin dekat.
"Berarti kan ada kondisi considence yang kemudian dianggap punya signifikansi, punya kaitan erat. Karena keputusan ini kemudian bisa dikaitkan dengan cawapresnya siapa, kan gitu," jelasnya.
"Atau untuk menggolkan siapa sebagai calon presiden. Walaupun secara kebetulan atau anggapannya kita secara enggak sengaja lah ini," sambung dia.
Deolipa kemudian mengatakan, bahwa secara politik dan hukum sudah ada aturan soal usia capre dan cawapres.
"Tapi kemudian digugat untuk kepentingan harus ada cawapres yang di bawah 40 usianya, ya kan. Kemudian tidak diterima juga, tapi ada syarat lain yang berganda, kecualinya tadi, kecuali sudah menjadi pimpinan daerah," tuturnya.
Nah putusan inilah, yang kemudian menimbulkan persoalan.
"Itu jadi standar ganda. Iya kan kepala daerah kan rata-rata dibawah 40. Nanti lama-lama RT, RW, juga bisa juga. Kan itu termasuk kepala daerah juga."
Deolipa menegaskan, bahwa secara pakem alur kontrsuksi konstitusi dirinya tidak sepakat dengan putusan MK.
"Karena sebetulnya bertabrakan dengan kewenangan MK sendiri. Mereka kan ada batas-batasnya."
Ia lantas menjabarkan, bahwa soal usia capres-cawapres itu urusannya partai politik lewat DPR dengan presiden pada waktu pembentukan Undang-Undang.
"Pertanyaannya apakah ini bertentangan dengan Undang-Undang yang lebih tinggi atau tidak? Karena itu harusnya dianalisa," ujarnya.
Tapi yang jelas, sepengetahuan Deolipa, batas usia capres cawapres ini kan kesepakatan yang memang dengan pertimbangan-pertimbangan rasional dan mungkin pertimbangan psikologis, serta alasan biologis dari seseorang.
"bukan ada kata kecuali (kepala daerah). Ya emang orang biasa yang jadi pejabat di perusahaan enggak bisa? Kan dia juga bisa memimpin. Ukurannya ngapain jadi kepala daerah," katanya.
"Kadang-kadang kita nih ya kita bukan pemimpin kepala daerah tapi kita bisa juga kok di bawah 40 (memimpin). Banyak CEO perusahaan yang juga jago memimpin," timpalnya lagi.
Putusan itu, menurut Deolipa menimbulkan kerancunan.
"Makanya kenapa kita bilang keputusan MK ini enggak baik. Karena apa? Ngapain kepala daerah yang menjadi ukuran, orang kepala daerah juga banyak yang korupsi," tegasnya.
Lebih lanjut warga Depok ini menganggap, bahwa putusan MK di luar logika hukum.
"Kemudian menjadi kelucuan bagi kami. Karena di luar logika politik dan logika hukum," ujarnya.