Dibalik Huru-Hara Skincare Ada Pemerasan, Kapan Nikita Mirzani Dipenjara?
- Istimewa
Siap –Artis Nikita Mirzani dan asistennya IM akhirnya resmi ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dan pengancaman terhadap pengusaha skincare RGP.
Terkait hal tersebut, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan bahwa penetapan status Nikita Mirzani berdasarkan alat bukti yang cukup hingga hasil gelar perkara.
"(Penetapan tersangka) berdasarkan bukti yang cukup dan berdasarkan hasil gelar perkara," kata Ade Ary kepada awak media seperti dikutip, Jumat (21/2/2025).
Lebih lanjut Ade Ary mengatakan, alat bukti tersebut antara lain keterangan saksi, bukti dokumen hingga bukti digital.
"Kemudian ada juga bukti hasil ekstraksi barang digital dan pemeriksaan ahli," terangnya.
Nikita Mirzani dijerat Pasal 27B ayat (2) dan Pasal 45 ayat (10) Undang-Undang ITE dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara.
Nikita juga dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman maksimal 9 tahun penjara.
Terakhir, Nikita Mirzani dijerat dengan Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.
"Jumlah saksi yang diperiksa 13 orang saksi," katanAde Ary.
Tak hanya itu, Ade Ary mengatakan bahwa pihaknya juga meminta keterangan saksi ahli.
Hingga kini pihak kepolisian masih melakukan serangkaian penyelidikan.
"Pemeriksaan Keterangan ahli. Berita acara 5 ahli," ujarnya.
Korban Ngaku Diperas Rp 4 M
Dari laporan yang ada, korban berinisial RGP, yang merupakan pengusaha skincare, sudah mentransfer Rp 4 miliar.
"Atas kejadian tersebut, korban merasa telah diperas dan mengalami kerugian sebanyak Rp 4 miliar," kata Ade Ary.
Ade Ary mengatakan korban mentransfer uang secara bertahap senilai total Rp 4 miliar pada 14 dan 15 November 2024.
Uang tersebut diberikan setelah korban diancam oleh Nikita Mirzani.
Dalam laporannya, korban menjelaskan kasus bermula saat Nikita Mirzani diduga menjelek-jelekkan nama korban serta produk miliknya melalui siaran langsung di TikTok.
Pada 13 November 2024, korban mencoba menghubungi terlapor melalui asistennya, IM, melalui WhatsApp dengan niat bersilaturahmi.
Namun respons yang diterima justru berisi ancaman dan pemerasan sebagai imbalan 'tutup mulut'.
"Kemudian, korban mendapat respons yang disampaikan oleh terlapor. Jadi, respons dari terlapor adalah ancaman akan speak-up ke media sosial bila silaturahmi tersebut tidak menghasilkan uang, dan terlapor meminta sejumlah uang sebesar Rp 5 miliar sebagai 'uang tutup mulut'," tandasnya.