Lika liku Kisah Ridwan Nojeng Sang Pahlawan Lembah Hijau Rumbia

Potret kawasan wisata lembah hijau Rumbia
Sumber :
  • Istimewa

“Saya ketika itu berpikir kegiatan apa yang bisa meningkatkan pendapatan warga, membangun ekonomi kerakyatan, dan bagaimana ekonomi bergerak secara merata. Saya melihat tanah di sini subur, tidak kalah dengan Jawa. Masalahnya pada pengelolaannya yang keliru. Setelah itu ada kegiatan pengenalan pupuk organik, masyarakat kemudian beralih dari pertanian tradisional ke modern,” katanya.

Emosi! Warga Demo Blokir Jalur Kereta Api di Pangkep, Protes Ganti Rugi Lahan Murah

Mengajak warga beralih ke pertanian organik bukan hal yang mudah karena karakter masyarakat Jeneponto yang dikenal ‘keras’.

Masyarakat ragu kotoran sapi dan kuda bisa dijadikan pupuk. Ridwan kemudian menempuh strategi khusus, yaitu dengan mengajarkannya terlebih dahulu ke anak-anak petani tersebut.

Taman Narmada, Peristirahatan Raja Terinspirasi Puncak Rinjani

“Awalnya anak-anak mereka menggunakan pupuk organik di kebun. Seminggu terlihat ada beda tampilan tanaman yang diberi pupuk dan yang tidak. Di situlah mereka penasaran dan malah meminta semua tanaman mereka disemprot juga. Begitulah petani di sini, berpikir pakai mata.” tuturnya.

Kini sebagian warga mampu membuat pupuk organik sendiri. Pertanian modern pun mulai dilakukan, antara lain dengan menggunakan mulsa untuk tanaman sayuran, yang bisa meningkatkan hasil pertanian berkali-kali lipat.

Tak Kalah Indah dari Maldives, Ini Pesona Danau Laet Sanggau dari Tanah Borneo

Kesejahteraan warga mulai terlihat. Kawasan wisata Lembah Hijau Rumbia yang dikelolanya sejak 2014 dibangun menggunakan kayu dan bambu, saat ini berkembang pesat menjadi kawasan pelopor wisata alam di Jeneponto.

Sejak mendapat penghargaan, aktivitas Ridwan yang sebelumnya dicemooh warga dan pemerintah, sekarang diapresiasi dan sering jadi pembicara di berbagai kampus di Sulawesi tentang lingkungan dan mengajak generasi muda untuk kembali ke desa untuk bertani.