Fakta Pegunungan Jawa Destinasi Favorit Pelancong Masa Lampau, Salah Satunya Raja Siam

Panorama pegunungan Jawa.
Sumber :
  • Stockholms Auktionsverket

SiapRaja Siam Chulalongkorn (1853-1910) gemar mengujungi Jawa. Dia sudah tiga kali bertandang pada 1871, 1896, dan 1901. Selain beroleh keramahan terbaik, seturut Imtip Pattajoti pada Journeys to Java by a Siamese King, seorang dokter Eropa menyarankan sang raja untuk mendatangi daerah pegunungan Jawa karena udaranya sangat baik untuk pemulihan kesehatannya.

Pada kunjungan kali kedua 1896, setiba di pelabuhan Tanjung Priok dan bermalam di Batavia, Raja Chulalongkorn lanjut menumpang kereta api berkecepatan 40 km/jam menuju Buitenzorg (Bogor). Dari sisi jalur kereta sang raja melihat tanaman kopi dan sayur-mayur segar.

Dari sana, perjalanan berlanjut menuju Sukabumi, Cianjur, dan Cipanas. Rombongan sempat menikmati sekelompok pemusik dan penari. "Mereka menari lebih baik setelah mendapat hadiah 5 gulden," tulis Pattajoti.

Setelah puas menonton, rombongan melanjutkan perjalanan melalui Puncak, dan singgah di Telaga Warna (Bogor). Mereka sangat terkesan dengan kesejukan udara di kawasan tersebut. Daerah pegunungan Jawa memang menjadi magnet para pelancong di masa lalu.

Setali tiga uang dengan Raja Siam, bahkan jauh sebelum kunjungannya, para pelancong asal Eropa juga sangat tertarik dengan daerah pegunungan Jawa. Seusai Belanda mengambil alih pemerintahan dari tangan Inggris pada 1816, Raja Willem I mengutus para ahli termasuk juru gambar untuk menangkap panorama Jawa.

Sketsa maupun litograf, seperti karya CWM van de Velde dan AAJ Payen, menggambarkan keindahan panorama daerah pegunungan dan air terjun. Orang Eropa yang semula beroleh informasi keadaan Jawa melalui kisah perjalanan di Javaansche Courant, langsung tersihir kemolekan Jawa.

"Bagi orang Belanda khususnya tidak memiliki gunung atau daerah pegunungan di negeri asalnya, daerah pegunungan membuat mereka merasa nyaman. Ditambah lagi iklim sejuk di daerah sekitar pegunungan Hindia Belanda mengingatkan pada negeri mereka di Eropa," tulis Achmad Sunjayadi pada Vereeniging Toeristen Verkeer Batavia (1908-1942), Awal Turisme Modern di Hindia Belanda.