Beragam Bukti Terungkap, Jutek Bongso Meyakini Kasus Vina Adalah Laka Lantas Bukan Pembunuhan
- Istimewa
Siap –Asumsi kasus Vina Cirebon bukanlah kasus pembunuhan melainkan kasus kecelakaan lalu tunggal atau Laka lantas dan buka peristiwa pembunuhan serta pemerkosaan makin mencuat, hal tersebut diungkapkan oleh praktisi hukum Jutek Bongso.
Karena menurut Jutek Bongso yang juga selaku kuasa hukum para terpidana, pihaknya meyakini bahwa kasus Vina Cirebon ini bukanlah kasus pembunuhan berdasarkan maraknya bukti baru yang ditemukan, terlebih setelah Dede seorang saksi kunci kasus Vina Cirebon membeberkan soal keterangan palsu yang ia buat.
"Kalaupun terjadi pembunuhan, itu pelakunya bukanlah para terpidana yang saat dini mendekam dipenjara yang merupakan klien kami," kata Jutek seperti dikutip YouTube tvOne.
Lebih lanjut Jutek Bongso mengungkapkan, berdasarkan bukti bukti yang didapat terungkap bahwa luka tubuh yang hanya disatu sisi sesuai dengan sisi kerusakan motor saat ditemukan dan darah yang tidak berceceran dimana mana.
"Bahkan lokasi tanah kosong yang disebut sebagai tempat eksekusi dan merupakan TKP kedua yang akhirnya ditarik ke Polresta Cirebon walaupun secara wilayah masuknya Polres Kabupaten," katanya.
"Kami awal awal tidak percaya Aep dan Dede, khususnya Aep, kenapa dia mesti cerita bohong, ternyata usut punya usut ada peristiwa yang mendahului sebelumnya," kata Jutek.
Jadi lanjut jutek, kejadian tewasnya Eky dan Vina itu tanggal 27 Agustus 2016, nah di tanggal 25 Agustus rupanya ada peristiwa bahwa Aep pernah digerebek warga sekitar yang dipimpin oleh Pak RW dan RT Pasren kala itu dan termasuk para terpidana.
"Saat itu penggrebekan yang dilakukan oleh warga termasuk ketua RW dan RT Pasren dan ada para terpidana, Aep awalnya mengelak dituduh telah menyimpan perempuan, tapi pas digeledah terbukti ada perempuan, dan saat itu ada dugaan pemukulan," kata Jutek.
"Dan hal itu diakui oleh Dede, dan waktu Dede belum mengaku, kami sudah mendapatkan cerita soal Aep dari pak RW dan ada pernyataan secara tertulis,"tambahnya.
"Jadi saat Aep mengaku kepada Dede kenapa memberikan keterangan atau mengarang cerita menuduh seolah oleh mereka para terpidana adalah pelaku, kemudian Aep ngaku ke Dede bahwa dia Dendam karena dua malam lalu dipukul mereka," sambung Jutek.
Jadi lanjut Jutek, kesimpulannya kasus Vina Cirebon ini merupakan sebuah pembunuhan, terkait fakta yang tadi dirinya sampaikan, cerita ada kejar kejaran, pelemparan batu itu tidak ada serta lokasi TKP yang terlihat begitu rapih yang lebih mengarah kepada kecelakaan tunggal.
"Kami meyakini bahwa peristiwa pembunuhan itu tidak ada," kata Jutek.
Ketika ditanya soal sejumlah kejanggalan yang terjadi, yang melakukan BAP kepada terpidana di Polres itu siapa?
Jutek mengatakan, menurut keterangan para terpidana, pertema mereka diminta keterangan dan bukan BAP oleh unitnya Iptu Rudiana yakni unit narkoba.
Dan hasil penyidikan atau keterangan dari satnarkoba inilah yang dipakai dan dibawa dan menurut pengakuan terpidana mereka sudah disajikan disebuah papan tulis pertanyaan apa yang mereka harus jawab.
"Nanti bisa silahkan di confirm langsung kepada pemeriksa dan biakan penyidik ayang akan mengkonfirmasi kebenaran pengakuan terpidana kepada kami," kata Jutek.
Kemudian kata Jutek, BAP tanggal 2 September 2016 oleh Dede dan 6 September nya oleh Aep mereka di BAP kedua diberi petunjuk P19 jaksa pada tanggal 23/11/2016 pihaknya menemukan fakta berdasarkan pengakuan Dede saat kami sodorkan petunjuk tersebut dan bertanya betul kah pada saat itu di BAP.
"Dede menjawab betul, dan hanya satu kali di BAP yang diingatnya pada malam hari tanggal 2 september itu, sementara di BAP tertulis pukul 9.00 pagi, saya ga tau itu mungkin hanya jam itu kekeliruan penulisan sementara atau apa saya ga tau," ungkap Jutek.
"Tapi itu kan BAP merupakan bukti autentik di persidangan, kemudian tanggal 23 kami tunjukan lagi ke Dede soal BAP di Polda Jabar, dia jawab ngerti Polda pun tidak dan dikatakan itu bukan saya," katanya.
Setelah itu lanjut Jutek, pihaknya melakukan pengecekan karena pengakuan tersebut tidak bisa dipercaya begitu saja dan akhirnya kami menemukan bahwa di BAP tanggal 2 dia tidak ngerti paraf.
"Ternyata betul Dede tidak ngerti paraf karena di tiap lembar BAL dia tanda tangan sampai lembar terakhir, sementara di BAP kedua, tiap lembar ada paraf dan terakhir baru tanda tangan dan tidak identik tanda tangannya Dede dan dia tidak merasa di BAP yang kedua dan ini sudah saya sampaikan ke penyidik saat gelar perkara," tutur Jutek.
Karena menurut Jutek, segala macam informasi tersebut harus didalami selain peristiwa banyak kejanggalan, banyak prosedur yang langka kami sangat aneh.
"Katakanlah ada kelalaian penyidik, kenapa jaksa meloloskan perkara tersebut hingga P21, kenapa pengadilan tiga kali sidang bisa lolos ke inkrah, ini tentu menjadi pertanyaan kami," pungkasnya.