Tangis Eks Mentan SYL saat Baca Surat Pembelaan: Seolah-olah Saya Rakus dan Maruk
- Istimewa
Siap – Eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo alias SYL, tak kuasa menahan tangis ketika membacakan pledoi atau pembelaan atas dirinya dalam sidang kasus korupsi di lingkungan Kementan.
Dengan suara bergetar, SYL mengatakan, bahwa dirinya membaca surat pledoi ini dengan nada sesak.
"Setelah persidangan yang cukup lama dan melelahkan, akhirnya sampailah kesempatan bagi saya untuk membacakan pembelaan pribadi dalam perkara ini," katanya dalam sidang yang berlangsung pada Jumat, 5 Juli 2024.
"Saya membaca pledoi ini dalam ruang sesak pengadilan, di mana sirkulasi informasi dalam kesaksian selama ini bagai langit mendung yang kadang mengandung guntur dan petir bagi saya," sambungnya.
Namun sebagai warga negara yang taat hukum, kata SYL, dirinya meyakini bahwa dalam sidang inilah cara keadilan yang terang menderang akan didapatkan melalui keputusan.
"Majelis hakim yang terhormat, betapa sulit membuat nota pembelaan ini di tengah fisik dan psikis serta usia saya yang memasuki 70 tahun saat ini," keluhnya.
Menurut SYL, kondisi tersebut sudah melemahkan tingkat kemampuan fokus dan memori dirinya dalam menyusun kata-kata.
"Terlebih lagi saya mendengar informasi bahwa terjadi pembentukan atau framing opini yang mengarah pada cacian, hinaan, olok-olok, serta tekanan yang luar biasa dari pihak tertentu kepada saya dan keluarga saya," ujarnya.
"Baik di tingkat pemeriksaan maupun dalam proses persidangan, mulai dari berita bohong atau hoax, bahwa saya menghilang dan melarikan diri pada saat melaksanakan tugas negara di luar negeri, sampai pada hal-hal yang menurut saya melampaui batas keadaban masyarakat Indonesia," timpalnya lagi.
Hal tersebut, kata SYL, telah membuatnya hampir merasa putus asa, mengingat selama ini ia mengklaim, hanya berniat untuk bekerja memberikan pengabdian terbaik bagi bangsa dan negara di seluruh rakyat Indonesia.
"Dan menjadikan tugas tanggung jawab saya menjadi bagian dari ibadah saya pada Tuhan yang Maha Kuasa, baik itu sebagai aparatur maupun anggota masyarakat."
Eks Mentan SYL berpendapat, pembentukan atau framing opini tersebut seakan menjadi vonis yang mendahului putusan hakim.
Psikologi yang terbentuk membuat kepanikan dan ketakutan bagi orang-orang yang sebenarnya mau memberi kedukungan baik fakta, maupun moril.
"Seakan tuduhan kepada saya ini bisa menyeret semua orang yang pernah berkenalan dan menjalin silaturahmi dengan saya, baik dalam kedinasan maupun secara pergaulan," tuturnya.
SYL lantas berpendapat, bukankah hukum dibentuk untuk membuat keteraturan dan kedamaian? Bukan menebar ketakutan dan fitnahan.
"Apalagi sepamahan saya asas praduga tak bersalah harusnya dijunjung tinggi oleh semua orang, serta memberi hak jaminan perlindungan dan kesetaraan bagi warga negara di bumi tercinta ini," katanya.
SYL merasa, sedari awal sejak dimulainya pemeriksaan kasus ini pembentukan isu liar dan tuduhan sesat terus terkapitalisasi.
"Seolah-olah saya sebagai manusia yang rakus dan maruk, hal tersebut saya yakini dirangkai untuk mempengaruhi publik dan membunuh karakter saya, dan mungkin juga berniat untuk mempengaruhi majelis hakim dalam memutuskan perkara ini," katanya.