Mengukur Untung Buntung Peredaran VCD Porno Era 2000-an
- Istimewa
Ia bahkan, bersama beberapa kawan sebaya setelah pulang sekolah selalu singgah ke pelapak VCD. Salah satunya, lapak Bajuri yang berada di sekitar Jalan Nusantara, Depok.
"Sebelum suka nonton, dari kelas I sampai kelas II saya suka baca bukunya Enny Arrow sama lihat foto-foto perempuan telanjang. Lama-lama bosan. Pengen lihat videonya. Saban pulang sekolah, saya cari ke pelapak VCD. Tapi gak ada yang kasih, cuma bang Bajuri. Dia jualan dekat sekolahan saya. Jadi, tahu muka," katanya.
Suparno bercerita, setelah mendapatkan beberapa keping VCD porno, ia bersama kawan-kawannya tidak langsung menonton.
Mereka berembuk. Memantau rumah masing-masing.
"Kalau misal rumah si A kosong. Nah, nonton di rumahnya. Kami dulu berempat. Ke mana-mana selalu bersama, termasuk nyari film dewasa," kenangnya.
Tak hanya itu, bahkan Suparno sempat pergi ke kawasan Glodok. Namun, tidak mendapatkan apa-apa.
Kegemarannya menonton film dewasa berlanjut ketika duduk di bangku SMA: bersama tiga kawan SMP-nya.
Metodenya sama. Memantau dulu rumah, sebelum akhirnya memutuskan menonton di rumah siapa.
Tak hanya menonton, bahkan Suparno pernah mengalami sebuah kejadian memalukan. Ketika menonton film dewasa China, salah seorang kawannya melakukan tindakan tidak wajar.
"Saya lihatin si B lagi asyik ngelus-ngelus anunya. Dari awal film. Saya diemin aja sambil menahan tawa. Nah, pas perempuan mendesah kencang, dia seperti menggelinjang. Saya teriaki sambil ketawa. Yang lainnya ikut ketawa," ujarnya.
Kegemarannya menonton film dewasa berlanjut hingga ia menjadi mahasiswa. Jaringan semakin luas. Suparno tidak lagi berlangganan ke Bajuri.