Perwakilan Warga Bojong Semprot Pengacara UIII Depok: Jangan Asal Bacot!

UIII Depok masih berpolemik
Sumber :
  • NU

Siap – Polemik terkait pembebasan lahan proyek Universitas Islam Internasional Indonesia atau UIII, di Kota Depok kian berbuntut panjang.  

Kini giliran perwakilan ahli waris yang mengklaim sebagai pemilik tanah Bojong-Bojong Malaka angkat suara.

Melalui Ketua LSM Kramat Yoyo Effendi, selaku perwakilan warga, mereka mendesak agar pemerintah hadir dalam masalah ini.

Tak hanya itu, Yoyo juga merespon keras omongan kuasa hukum UIII, Mirsad yang terkesan asal bicara soal adanya segelintir orang yang mencari keuntungan atas proyek strategis nasional itu. 

Menurut Yoyo, jika yang dimaksud pihak-pihak tertentu itu adalah para ahli waris pemilik tanah hak milik adat Kampung Bojong-Bojong Malaka, maka pengacara tersebut tak paham sejarah.

"Kami dan orang tua kami adalah penduduk asli Depok yang lahir, besar, beranak pinak di lokasi tanah tersebut secara turun temurun selama ratusan tahun lalu, sejak sebelum berdiri Negara Kesatuan Republik Indonesia," katanya pada Jumat, 22 September 2023.

Sedangkan, Misrad selaku kuasa hukum UIII, kata Yoyo, baru ada di lokasi tanah tersebut paling lama sejak adanya pembangunan proyek itu sekira tahun 2018.

"Jadi, kami sarankan jangan asal bacot soal sejarah tanah Kampung Bojong-Bojong Malaka kalau tidak mau mulutmu disobek malaikat," tuturnya dengan nada sewot.

Yoyo menegaskan, bahwa pihak ahli waris memiliki bukt-bukti yang sah dan valid mengenai keberadaan mereka sebagai penduduk kampung Bojong-Bojong Malaka.

Mereka, telah mendiami, menguasai, mengelola, memanfaatkan dan mengusahakan lokasi tanah tersebut sesuai fungsi sosialnya dalam bentuk dokumen tertulis dan saksi-saksi hidup.

Yoyo melanjutkan, para ahli waris saat ini tidak menguasai fisik tanah itu karena memang sejak tahun 1965 sampai sekarang selalu dilarang oleh sejumlah pihak.

Di antaranya Departemen Penerangan atau RRI. Kemudian sekarang oleh pihak Kementerian Agama RI atau UIII.

"Jadi, bukan salah kami tidak menguasai fisik tanah tersebut tetapi salah RRI dan Kemenag RI mengapa kami dilarang masuk dan mengelola kembali tanah kami," katanya.

Terkait itu, ia mengaku pihaknya juga sudah mengajukan permohonan pembatalan sertifikat hak pakai RRI dan Kemenag kepada Kementerian ATR/BPN RI.

Hal itu berdasarkan data-data dan fakta-fakta yang valid.

Sementara itu, kuasa hukum UIII Misrad menegaskan, bahwa informasi tersebut tidak benar. 

Menurutnya, informasi demikian merupakan cara-cara pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan tertentu dari uang ganti rugi yang diberikan negara atas tanah yang bukan haknya.

"Pertama, mereka mengharapkan ganti rugi. Sementara dalam penertiban lahan UIII tidak ada ganti rugi melainkan santunan," katanya.

"Kedua, mereka yang menyuarakan hal tersebut adalah mereka-mereka yang sudah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Depok dan gugatannya tidak diterima," sambungnya dikutip dari Sindonews.com.

Misrad menyebut, alasan yang digunakan oleh mereka yang mengaku sebagai pemilik lahan adalah girik. 

Sedangkan girik tersebut telah terbukti secara resmi tidak tercatat di Kelurahan Cisalak, tempat lahan tersebut berada.

“Artinya, kalau mereka meminta ganti rugi itu pihak-pihak yang jelas ingin mendapatkan keuntungan tertentu, terlebih di atas tanah ini sudah ada sertifikat," katanya.

"Bagaimana di atas sertifikat kita harus membayar lagi kepada orang? Dan di atas tanah ini sejak zaman dahulu mulai dari RRI sampai hari ini tidak ada cerita ganti rugi,” timpalnya lagi.